TEMPO.CO, Jakarta - Pada 2022, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diprediksi berutang Rp 18,2 triliun pada pihak swasta terkait air. "Akibat pembayaran yang tak lazim pada pihak swasta," ujar aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S. Langkun di kantornya, Selasa, 4 Juni 2013.
Swasta dinilai mematok keuntungan tinggi, sehingga membuat pemerintah terus menumpuk utang untuk menutupi kewajiban pembayaran tersebut. Kewajiban pemerintah adalah menombok biaya penggunaan air oleh masyarakat yang tak bisa naik tiap semester, tapi imbalan pihak swasta terus menerus naik.
Besar keuntungan perusahaan air swasta seperti PT Palyja dan PT Aetra mencapai 22 persen. Angka ini di atas Peraturan Menteri Dalam Negeri yang hanya membolehkan keuntungan 10 persen. Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi (BPKP) pun memberi rekomendasi hanya 14 persen.
Saat ini menurut Tama, sejak pengelolaan air pipa di Jakarta dikelola swasta sejak 1997, pemerintah sudah berutang Rp 537 miliar. "Simulasinya dengan beban pembayaran pemerintah pada swasta hingga 2022 ya segitu (Rp 18,2 triliun)."
Maka itu, Tama yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta meminta pemerintah menghentikan kerja sama pengelolaan air dengan pihak swasta. Alasannya, kontrak kerja sama itu merugikan dan punya banyak celah potensi korupsi.
"Tak semua aset pemerintah yang digunakan swasta dibebankan biaya sewa, malah disuruh rakyat yang membayar," ujarnya. Menurut ia, banyak rekayasa keuangan dalam kegiatan swastanisasi air. Korbannya adalah masyarakat yang harus membayar air dengan harga tinggi.
M. ANDI PERDANA
Topik terhangat:
Penembakan Tito Kei | Tarif Baru KRL | PKS Vs KPK | Ahmad Fathanah
Metro Terpopuler
Tito Kei Diduga Tewas oleh Pistol Baretta
Di Lingkungannya, Tito Kei Dikenal Ramah dan Baik
Rusun untuk Warga Pluit Didesain Khusus