TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyarankan pemerintah merombak aturan kepemilikan angkutan umum seperti bus dan angkutan kota (angkot).
Agar tertib menjalankan aturan lalu lintas, kata Tulus, pemilik angkutan wajib memiliki badan hukum. "Bukan lagi individu seperti kebanyakan angkutan saat ini. Pembenahannya harus dari hulu," katanya kepada Tempo. (Baca: Operasi Zebra, Jangan Naik-Turun Bus Sembarangan.)
Dengan badan hukum, kata Tulus, manajemen pemilik angkot akan menerapkan standar layanan tertentu, misalnya jaminan kondisi kendaraan sebelum jalan serta larangan bagi pengemudi untuk menaikkan atau menurunkan penumpang sembarangan. (Baca: Operasi Zebra Raya Juga Digelar di Jalan Tol.)
Badan hukum untuk angkutan umum juga dianggap mendesak, mengingat pelanggaran lalu lintas oleh armada tersebut sudah dianggap biasa, termasuk oleh masyarakat. Menurut Tulus, pengemudi angkutan kerap melanggar aturan lalu lintas sebab masyarakat enggan naik-turun di tempat yang telah ditentukan karena malas.
Di sisi lain, penumpang dan pengemudi angkutan ogah naik atau turun di halte atau terminal karena lingkungan yang tidak kondusif, misalnya padat oleh pedagang kaki lima. Akhirnya, kata Tulus, mereka lebih senang menunggu di terminal bayangan. Jika semua armada angkutan sudah memiliki badan hukum, pelanggaran semacam ini lebih mudah untuk ditindak.
Hari ini, Rabu, 26 November 2014, Kepolisian Daerah Metro Jakarta melaksanakan Operasi Zebra Jaya. Operasi yang membidik kendaraan pribadi dan angkutan umum ini akan berlangsung hingga 9 Desember 2014. Kepala Bagian Operasional Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Budiyanto mengatakan ada 2.800 personel yang diturunkan di titik-titik rawan pelanggaran.
NUR ALFIYAH
Berita Terpopuler
Pleno Golkar Pecat Ical dan Idrus Marham
Enam Tokoh Ini Disebut-sebut Bakal Jadi Wakil Ahok
Aksi Cabul Tukang Intip, dari Dosen hingga Polisi