Hukuman bagi Penikmat
Ridwan bahkan berencana membuat peraturan daerah untuk menekan angka prostitusi. Peraturan daerah itu memakai pendekatan baru, yaitu menjerat pria hidung belang atau para penikmat yang menjadi konsumen perempuan pekerja seks. "Menghukum si penggunanya," katanya kepada para juru warta, 25 Mei lalu. Ridwan memilih model ini karena terbukti sukses diterapkan di Swedia.
Nordic model atau Swedish model, begitu sebutannya. Melalui Swedish Sex Purchase Act, pemerintah Swedia telah memerangi praktek pelacuran sejak 1999. Menurut pemerintah Swedia, menghukum konsumen jauh lebih efektif untuk menekan praktek jual-beli jasa seks ketimbang menjerat pekerja seks ataupun muncikari dan germo.
Baca juga: Heboh Inisial SB: Siti Dadriah dan Shinta Bachir Bicara
Di Swedia, pendekatan ini terbukti sukses memangkas angka permintaan jasa seks sebesar 80 persen dan pasokan jasa seks sebesar 75 persen dalam tiga tahun. "Laki-laki yang membeli jasa seks dari perempuan dianggap melakukan tindak kekerasan dan melecehkan harga diri perempuan itu," demikian ditulis di laman Time.
Di Indonesia, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Tangerang sebenarnya telah membuat peraturan yang mengusung pendekatan Swedish model, tapi sifat hukumnya tidak umum, melainkan hanya mencakup wilayah yang diatur peraturan daerah itu. Di Jakarta, sempat heboh pula penangkapan germo pelacur di kawasan Kalibata City.
Lihat saja Pasal 42 ayat (2) Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum: Di situ dinyatakan:
“Setiap orang dilarang:
a. menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi penjaja seks komersial;
b. menjadi penjaja seks komersial;
c. memakai jasa penjaja seks komersial.”
Orang yang melanggar ketentuan ini dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 20 hari dan paling lama 90 hari atau denda paling sedikit Rp. 500.000 dan paling banyak Rp. 30 juta.
Rencana...