Rencana Pemerintah Pusat
Aturan seperti di DKI memang lebih maju dibanding Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dalam Pasal 296 KUHP hanya dinyatakan:
“Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah.”
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa berencana menerapkan model ala Swedia itu ke dalam Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Rancangan ini sudah masuk Program Legislasi Nasional di Dewan Perwakilan Rakyat. Khofifah telah membentuk tim khusus untuk bertukar ilmu dengan Duta Besar Swedia di Jakarta. Aturan ini nantinya, Khofifah berharap, “Bisa menjerat penjaja seks komersial, penyedia atau muncikari, maupun customer-nya."
Baca juga:
Dibawa ke Jaksa, Inilah Nama Artis di Berkas Mucikari Robby
Khofifah menilai Swedish model cocok diterapkan di Indonesia. "Pengguna tidak hanya didenda atau dipenjara, tapi potret wajahnya dipasang di mana-mana," ujar dia. “Hukuman sosial inilah yang lebih efektif memberikan efek jera.”
Ketua tim khusus yang ditunjuk Khofifah, Eko Ernada, mengatakan Swedish model sesuai dengan kondisi sosiologis masyarakat Indonesia. Sebab, menurut dia, penduduk Indonesia relatif religius dan menganggap bahwa prostitusi itu meresahkan. Namun Eko menilai model ini hanya bisa diterapkan bila disertai penegakan hukum yang tegas.
Pendapat senada dilontarkan pakar sosiologi Universitas Indonesia, Imam B. Prasodjo. Menurut Imam, penegakan hukum di Indonesia soal ini memang masih lemah. "Saya khawatir, yang seharusnya menangkap malah jadi bagian dari pelanggan, ha-ha-ha…," kata dia.
MAHARDIKA SATRIA HADI | IQBAL T. LAZUARDI S (BANDUNG)
Berita Menarik: