TEMPO.CO, Jakarta - Polisi menangkap lima derek liar yang kerap beroperasi di jalan tol. Kepala Direktorat Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Krishna Murti mengatakan awak derek liar itu dikenakan pasal pidana tentang pemerasan. "Modusnya, mereka pura-pura membantu, tapi setelah itu meminta bayaran Rp 4 juta," kata Krishna, Jumat, 14 Agustus 2015. "Korban diancam jika tidak bersedia membayar."
Krishna mengatakan jajarannya terus menggelar operasi untuk menertibkan derek liar. Mobil derek hasil operasi akan dibawa ke Polda Metro Jaya untuk diperiksa. "Nanti kami tentukan ada tindak pidana atau tidak," ujarnya.
Krishna mengaku tak gentar menindak tegas derek liar yang ternyata dibekingi TNI-Polri itu. Menurut dia, tak ada istilah orang kuat dalam menegakkan hukum di wilayah DKI Jakarta. "Siapa pun di belakangnya, malah itu menjadi adrenalin sendiri bagi Polda Metro untuk mengungkap," tuturnya.
Kepala Subdirektorat Kendaraan Bermotor Ajun Komisaris Besar Djoko Purwadi mengatakan derek liar ini terbiasa “asal derek” kendaraan mogok. Mereka melakukan banyak cara, misalnya mencopot tangki bensin mobil saat melakukan pengecekan. "Mau tak mau korban berpikir lebih baik diderek," ucapnya.
Krishna mengatakan lima derek ini ditangkap di Jalan Daan Mogot, Jalan Iskandar Muda, dan Pesing. "Kendaraan ini punya perorangan," kata Djoko. Namun, kata dia, setiap derek merupakan satu jaringan yang saling mengenal satu sama lain.
Sopir derek yang ditangkap saat operasi, Rusli Hasibuan, 47 tahun, mengelak saat ditanya ihwal pemerasan dan pendapatan. "Saya enggak pernah meras, harga bergantung pada timer atau kesepakatan antara saya dan pengendara," ujarnya. Dalam satu kali derek, ia mengaku mematok tarif berkisar Rp 350-600 ribu.
DINI PRAMITA