Sejarah panjang Kampung Pulo terbukti dari catatan budaya pemukiman ini. Dahulu, warga sekitar memiliki tradisi memakamkan anggota keluarga di halaman mereka sendiri. Beberapa makam tua yang ada sejak tahun 1920-an antara lain makam Kyai Lukmannul Hakim, makam Habib Said, dan makam Kyai Kashim. Herman menjelaskan bahwa pada masa kecilnya, rumah di Jalan Anwar umumnya merupakan rumah Betawi dengan pekarangan yang rindang. "Tapi ya namanya orang Betawi gimana sih, anak banyak akhirnya dipecah-pecah jadi rumah kecil," kata Herman.
Pemecahan dan kepemilikan tanah di Kampung Pulo tidak melalui proses administratif yang sah. Herman mengaku, seperti seluruh warga di Kampung Pulo, ia tidak memiliki sertifikat apa pun. Berdasarkan data yang diperoleh Ketua RW, dari total 25.281,4 m2 luasan yang kena relokasi, hanya 6 meter persegi bidang yang memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM), sementara sisanya sebanyak 266 meter persegi Sertifikat Hak Guna Bangunan, 255 meter persegi Akta Jual Beli Notaris, 4.051 Surat Perjanjian Jual Beli, 4.891 Surat Perjanjian Kepemilikan, 1.345 meter persegi Hibah, 1.424 meter persegi lain-lain, 22 meter persegi wasiat, dan sisanya sebanyak 8.109 m2 tanpa keterangan dan surat-surat.
"Sebenarnya dari dulu mau kita urus, tapi selalu ditolak dari tingkat RW hingga kecamatan. Karena rencana relokasi ini sudah ada dari zaman Ali Sadikin. Baru sekarang saja eksekusinya," kata Herman.
Herman yang kini sudah beranak empat dan akan memiliki cucu merasa tidak keberatan sama sekali meninggalkan rumah yang sudah dimiliki keluarganya selama empat generasi. "Ini demi kebaikan kita bersama. Banjir ini enggak akan selesai kalau Kali Ciliwung tidak diperbaiki. Toh kita dikasih tempat enak sama pemerintah. Kasihan orang Jakarta banjir terus," ujar Herman.
Herman kini hanya berharap warga lainnya mengerti bahwa relokasi adalah langkah terbaik. Tak seperti warga lainnya, Herman tidak mengharapkan uang kerahiman sama sekali. Ia menyadari tanah yang ia tempati selama empat generasi ini secara sah adalah milik negara. "Saya justru senang nanti lihat kampung saya bagus, rapi, sekarang ya nikmatin aja dulu di rusun," kata Herman
NIBRAS NADA NAILUFAR