TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan organisasi masyarakat atau ormas sering disusupi orang-orang yang ingin mengambil keuntungan pribadi. Dia mencontohkan, preman yang menjadi tameng dalam hal jual beli lapak kaki lima di wilayah Ibu Kota. Juga, preman yang menjual tanah bantaran kali kepada pendatang.
"Masalah hunian di Kali Ciliwung itu salah satu dampak perbuatan preman," kata Ahok, sapaan akrabnya, dalam sambutannya di acara Lebaran Betawi ke-8 di Lapangan Banteng, Minggu 23 Agustus 2015.
Itu sebabnya, Ahok mengaku bekerja sama dengan Badan Musyawarah Betawi untuk merangkul semua ormas di Jakarta. Dengan demikian, seluruh ormas itu berada dalam satu payung yang jelas. Caranya, Ahok dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI membuat peraturan daerah kebudayaan Betawi yang diresmikan pada Selasa, 18 Agustus 2015. Menurut dia, perda ini membuat pemprov DKI bisa mengontrol ormas di Jakarta.
"Perda ini mendukung Bamus Betawi membersihkan preman berkedok ormas," tutur Ahok. Dengan cara ini, Ahok berharap tak ada lagi pihak-pihak yang menyusup ke dalam ormas lalu melanggar aturan wilayah pemprov DKI.
"Saya yakin preman-preman itu bukanlah orang Betawi. Makanya orang Betawi harus bantu saya berantas preman ini," ucapnya.
Adapun pada saat penggusuran warga Kampung Pulo yang tinggal di bantaran kali Ciliwung Kamis 20 Agustus 2015 lalu, terjadi kericuhan warga dengan aparat. Kala itu, berdasarkan pantauan Tempo di lokasi, keributan yang terjadi di Jalan Jatinegara Barat, Jatinegara, Jakarta Timur itu diawali dengan aksi lempar batu dilakukan warga kepada Satuan Polisi Pamong Praja yang berada di belakang Kepala Kepolisian Resor Jakarta Timur. Pelemparan batu berbuntut tembakan gas air mata yang diarahkan kepada kerumunan warga.
Kedua kubu sempat bergerak mundur. Namun saat efek gas air mata menghilang, kedua kubu kembali mendekat dan kembali terjadi aksi pelemparan batu. Dalam kericuhan itu, sebanyak 2 anggota Kepolisian dan Satpol PP menjadi korban dalam ricuh yang terjadi pagi tadi. Sedangkan 2 warga juga menjadi korban.
Baca: Penggusuran Kampung Pulo, Apa Penyebab Ricuh Warga vs Aparat
Simak juga: Penggusuran Kampung Pulo, FPI Punya Tiga Permintaan
Polisi telah menetapkan dua orang tersangka dalam kerusuhan di Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis lalu. Kedua tersangka diduga terlibat dalam pembakaran backhoe yang digunakan untuk merobohkan bangunan di bantaran Sungai Ciliwung. Mereka adalah J, 24 tahun, dan S, 26 tahun.
Adapun 27 remaja yang ditangkap karena terlibat bentrokan dengan polisi dan Satuan Polisi Pamong Praja, sudah dibebaskan. Alasanya, sebagian besar dari mereka masih berusia di bawah umur.
Baca: Penggusuran Kampung Pulo, Polisi Panggil Orang Tua 27 Pemuda
Ketua Komunitas Ciliwung Merdeka Sandyawan Sumardi menuturkan penyebab kerusuhan saat penggusuran Kampung Pulo, Kamis 20 Agustus 2015. Padahal, sehari sebelum penggusuran warga bersepakat tak akan melakukan perlawanan dan memancing keributan. Menurut dia, sehari sebelum penggusuran warga bersepakat tak akan melakukan perlawanan dan memancing keributan. "Kami bersepakat tak akan melawan," kata dia saat dihubungi Tempo, Kamis 20 Agustus 2015.
Dia menambahkan, kala itu banyak informasi simpang siur beredar di kalangan warga yang menimbulkan banyak spekulasi tentang kelanjutan penggusuran. "Banyak juga pesan singkat yang beredar dan isinya macam-macam," ujar Sandyawan.
YOLANDA RYAN | RAYMUNDUS RIKANG | MAYA NAWANGWULAN