Setelah mengisi absen manual, Saepudin menempelkan sidik jarinya di mesin itu setiap pukul 06.30. Sementara pemilik identitas di mesin itu baru tiba di kantor kelurahan pukul 09.00. Leo memakai sidik jarinya sendiri jika pulang.
BACA: Pengakuan Saepudin Memanipulasi Presensi Lurah Kartini
Saepudin memang harus tiba paling awal. Sejak 2005, ia memegang kunci kantor kelurahan. Karena itu, meski rumahnya di Tigaraksa, Tangerang, Saepudin acap mondok di rumah ibunya yang berjarak 15 meter dari kantor kelurahan.
Kecurangan Leo terbongkar pada 14 Januari 2016. Inspeksi mendadak Wakil Wali Kota Jakarta Pusat Arifin mengungkap kecurangan itu. Asisten Pemerintahan Wali Kota Jakarta Pusat Budi Roso mengatakan inspeksi dilakukan karena kecurigaan Leo selalu datang ke kantor paling awal, bahkan masuk kerja saat libur.
BACA: Tertipu Lurah Kartiini, Ahok Minta Pengawasan Warga Jakarta
Saat inspeksi, Leo tak masuk kerja dengan alasan sakit. Nyatanya, mesin presensi merekam kehadirannya. Walhasil, Arifin dan Budi meminta seluruh pegawai menempelkan jarinya pada alat itu.
Ketika Saepudin menempelkan telunjuknya, nama Leo Tantino yang muncul. “Pak Wakil Wali Kota langsung memarahi saya,” kata Saepudin. Leo diminta menghadap Inspektorat. Ia tak bisa mengelak dan dua pekan setelah pemeriksaan ia dicopot.
BACA: Modus Pegawai Negeri Jakarta Agar Kerja Nol Tunjangan Pol
Saepudin pun pasrah dengan sanksi yang akan diterimannya. “Kalaupun diberhentikan saya siap,” tutur ayah satu anak ini. Leo enggan berkomentar mengenai pernyataan Saepudin. “Saya sudah lelah di-bully media,” katanya.
Kepala Suku Dinas Komunikasi, Informasi, dan Kehumasan Jakarta Pusat Budi Setiawan mengatakan manipulasi kehadiran terjadi lantaran alat presensi bisa merekam hingga empat sidik jari untuk satu identitas. Untuk mencegah kecurangan terjadi lagi, pemerintah akan menerapkan kebijakan satu sidik jari untuk satu identitas pegawai.
GANGSAR PARIKESIT