Rustam tak heran jika Aziz memiliki mobil mewah dan mengenakan kalung dan gelang emas. Sebab, kata dia, Aziz merupakan preman yang ditakuti di Kalijodo. Preman-preman kecil di sana berhimpun di bawah kuasanya. “Preman-preman itu bekerja untuk mengamankan bisnis minuman keras Aziz," ujarnya.
Sekretaris Kelurahan Pejagalan Ichsan Firdaosyi mengatakan dari usaha penjualan bir, Aziz bisa meraup keuntungan minimal Rp 50 juta sehari. Ia memasok semua minuman keras yang dijual di Kalijodo. “Seluruh barang yang dijual di Kalijodo harus sepengetahuan Aziz,” katanya.
BACA: Ahok Ancam Copot Wali Kota yang Tak Berani Gusur Kalijodo
Harga bir di kafe dan wisma Kalijodo bisa mencapai Rp 50 ribu per botol. Salah satu penjual bir yang ingin dipanggil Evi mengatakan dia membeli bir dengan harga Rp 25 ribu dari Aziz. "Saya jual dengan harga Rp 35-50 ribu," ujar perempuan berusia 51 tahun itu. Dalam semalam Evi bisa menjual sekitar 5 botol. Penjualan bir kian laris di 60 kafe dan 40 wisma tempat pelacuran terjadi yang beromzet Rp 1,5 miliar sehari.
Abu Bakar, warga RT 04, mengatakan seluruh bir yang dijual oleh kafe dan warung harus seizin Aziz. "Jika ada yang jual barang tanpa seizin Aziz, akan diambil oleh anak buahnya," ujar pria yang tinggal di Kalijodo sejak 1996 ini. Ia harus rebutan lahan dengan preman lain untuk jadi bandar judi.
BACA: Kalijodo Bukan Perjudian Kelas Teri
Aziz sudah ada di Kalijodo sejak 1988. Ia semakin populer setelah dia menodongkan pistol ke Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti. Pada 2001, Krishna menjabat Kepala Kepolisian Sektor Penjaringan. "Saat itu Aziz tak tahu kalau Krishna polisi," katanya. Cerita ini juga ditulis Krishna di bukunya, Geger Kalijodo, yang bercerita soal penggusuran 2003.
Menurut Abu, semua orang Kalijodo segan kepadanya. Ia juga royal. Tiap Lebaran ia membagi 3.000 penduduk Rp 300 ribu per orang. Jika Idul Adha ia memotong dua sapid an 40 kambing.
GANGSAR PARIKESIT | PUTRI ADITYOWATI