TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menilai tidak ada orang yang benar-benar mengemis untuk mencari sesuap nasi di Jakarta. Bahkan, kalau terbukti pengemis tersebut memang hanya sekedar mengisi perut kosong, Ahok bersedia memelihara mereka.
"Masalahnya kan nanti (uang hasil mengemis) dimanfaatkan oleh orangtuanya buat HP (handphone), pulsa, nongkrong di mal, ini kan kurang ajar. Kalau cuma mau makan, di Jakarta enggak ada yang mengemis makan sebetulnya," kata Ahok di Balai Kota, Senin, 28 Maret 2016.
Menurut Ahok, Pemerintah DKI Jakarta telah menyusun Peraturan Daerah yang mengatur tentang Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Namun karena belum ada mekanisme pemantauan yang memadai, banyak penyandang masalah kesejahteraan yang keluar masuk panti sosial. Yang bisa dilakukan oleh Pemprov DKI saat ini, kata dia, adalah mengimbau masyarakat untuk tidak memberikan uang kepada pengemis atau pengamen karena kamera pengintai belum seluruhnya terpasang.
Masalah ini makin pelik karena, kata Ahok, selama ini ada pegawai harian lepas (PHL) yang memanfaatkan masalah sosial ini untuk kepentingan pribadi. Dia menduga ada tawar-menawar antara petugas dan penyandang masalah kesejahteraan di jalanan yang memanfaatkan kondisi di lapangan. Akibatnya masalah sosial ini tak kunjung terselesaikan.
"Ini kan sistem lama, kami ingin perbaiki semuanya, termasuk PPSU (pekerja penanganan prasarana dan sarana umum), PKWT (perjanjian kerja waktu tertentu), ada pasukan biru, dan hijau. Kami lagi lihat, memperbaiki yang soal sosial," kata dia. Ahok berjanji akan memecat petugas yang ikut mengeksploitasi pengamen dan pengemis di Jakarta. "Kalau ada orang kami yang main-main di lapangan, saya pecat. Tapi kalau tidak ada yang partisipasi, tidak ada orang (yang lapor) ya susah," kata dia.
Sementara itu, bagi pengamat atau aktivis yang mengatakan ingin bantu anak jalanan, Ahok menyarankan agar mereka tidak usah membantu secara langsung. Mereka dianjurkan untuk memberikan daftar nama orang yang hendak dibantu. Nantinya, kata Ahok, Pemprov akan mengurusnya.
Karena kompleksnya masalah sosial ini, Ahok yakin solusinya tak cukup dengan sekadar razia 24 jam. Yang dibutuhkan, kata dia, adalah membuang mental menerima setoran dari PMKS yang membandel.
Mental semacam ini, kata dia, juga kerap ditemukan di kalangan petugas lalu lintas yang membiarkan angkutan umum yang berhenti sembarangan untuk mencari penumpang. Meski diancam dicabut trayeknya, supir angkot tetap berani melanggar trayek lantaran ada beberapa petugas yang menerima "uang setoran".
Sedangkan untuk anak-anak korban eksploitasi, Ahok berencana membangun panti atau rumah pendidikan anak. Tahun ini, Ahok akan membangun rumah seperti pesantren, yaitu Yayasan Pondok Karya Pembangunan. Rumah tersebut bisa menampung lebih dari dua ribu anak terlantar. "Kami ingin anak-anak mesti sekolah. Kalau enggak kan susah," tutur Ahok.
LARISSA HUDA