TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta, Sumarsono, menyampaikan keprihatinan terhadap kemunculan spanduk provokatif di sejumlah masjid di Jakarta, yang melarang mensalati jenazah. Pernyataan itu ia sampaikan langsung di hadapan dewan masjid dan para marbot yang datang ke Balai Agung DKI, untuk menerima kartu layanan gratis naik bus Transjakarta.
"Ini yang kadang saya prihatin Pak Ketua Masjid dan marbot. Memang fungsinya kalau muslim meninggal dunia itu fardhu kifayah disalati. Bahkan meninggal di penjara pun disalati walau pun bekas penjahat dan maling," kata Sumarsono di Balai Agung DKI, Jumat, 7 April 2017.
Baca: Masjid Tolak Salatkan Pemilih Ahok, Begini Reaksi Warga
Sumarsono mengimbau agar masjid bisa difungsikan kembali sebagai sarana ibadah dan tidak terlibat dalam urusan pemilihan kepala daerah DKI 2017. Ia ingin agar warga Jakarta bisa khusyuk dalam beribadah. "Saya terima kasih pada ketua dewan masjid Jakarta yang sudah susah payah mengimbau kiri kanan. Jangan terbelah hanya karena pilkada. Marbot-marbot juga terima kasih," ujarnya.
Larangan mensalati jenazah pertama kali muncul melalui spanduk yang dipasang di salah satu masjid di Jakarta Pusat. Isi spanduk tersebut menyatakan bahwa masjid menolak mensalati jenazah yang merupakan pendukung calon Gubernur DKI inmumben, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang tersandung kasus penodaan agama.
Baca : Ini Penjelasan Masjid Al Jihad yang Tolak Salatkan Pemilih Penista Agama
Larangan itu pun kemudian menyebar ke kawasan lainnya dengan memasang spanduk. Meski begitu, Sumarsono sudah mengimbau agar spanduk-spanduk tersebut dicopot. Sejauh ini, kata Sumarsono, ada 1.153 spanduk bernada provokatif dan tanpa izin yang telah diturunkan. Menurut dia, kemunculan spanduk itu menyebabkan terjadinya gesekan psikologis di kalangan masyarakat selama pilkada berlangsung.
FRISKI RIANA