TEMPO.CO, Jakarta - Dinas Komunikasi, Informatika, dan Kehumasan DKI Jakarta berniat menggalakkan kembali program Internet sehat. Langkah itu dilakukan karena pelecehan seksual terhadap anak lewat Internet terus meningkat. Dalam program tersebut, orang tua dan anak-anak diberi pemahaman tentang cara menggunakan media sosial dengan baik. "Mereka diajarkan apa saja yang boleh dilihat dan dibuka di Internet," ujar Kepala Dinas Komunikasi Dian Ekowati, Jumat, 18 Agustus 2017.
Dian menerangkan, program Internet sehat sebenarnya telah mereka mulai tahun lalu di sejumlah ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) di Jakarta. Tapi, lantaran fasilitas yang terbatas, jumlah RPTRA yang mendapat program ini belum banyak.
Baca: Anak Perlu Perlindungan dari Efek Negatif Internet
Selama ini, kendala yang dihadapi Dinas untuk menjalankan program ini di semua RPTRA di Jakarta adalah kurangnya jaringan Internet. Dengan banyaknya kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak lewat Internet, program ini hendak diperluas ke lebih dari 100 RPTRA di Ibu Kota.
Terakhir, pelecehan seksual diketahui menimpa empat murid perempuan Sekolah Menengah Pertama Penabur, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Tri Sutrisno, 25 tahun, guru bahasa Inggris di sekolah itu, mengirim konten pornografi lewat aplikasi obrolan Line kepada murid-muridnya tersebut. Dia telah ditangkap polisi pada Kamis pekan lalu.
“Kami masih dalami kasusnya," ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono, kemarin. Menurut Argo, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersama kepolisian akan bekerja sama dalam pemulihan korban.
"Pekan depan kami akan menemui anak-anak, juga sekolah, untuk memastikan treatment apa yang dibutuhkan mereka," ujar Ketua KPAI Susanto.
Baca: Menkominfo Minta Ortu dan Guru Awasi Akses Internet Anak
Susanto menyebutkan, saat ini KPAI belum mengetahui pasti kondisi mental keempat anak yang menjadi korban guru mereka itu. KPAI, dia menambahkan, akan memastikan apakah korban tetap bisa bersekolah atau mesti dipindah ke sekolah lain. "Kami tindak lanjuti sesuai kebutuhan," ujarnya.
Kejahatan pornografi dan kekerasan cyber terhadap anak-anak di Indonesia, kata Susanto, memang terus meningkat lima tahun terakhir. Dia menjelaskan, pada periode 2012-2014, mereka menerima 744 laporan kekerasan. Dalam dua tahun terakhir, yakni 2015-2016, jumlah laporan meningkat mencapai 1.050.
Selama lima tahun terakhir, jenis aduan yang paling banyak diterima KPAI adalah anak menjadi korban pornografi dan media sosial. "Peningkatan ini terjadi karena sekarang ini anak-anak bisa dengan mudah mengakses Internet di mana saja," ujarnya. Menurut Susanto, banyak anak menggunakan Internet dengan mudah tanpa pengawasan, sehingga rentan menjadi incaran pelaku kejahatan pornografi.
EGI ADYATAMA | DEVY ERNIS