TEMPO Interaktif, Jakarta - Penurunan permukaan tanah di Jakarta Utara semakin mengkhawatirkan. Dalam 20 tahun terakhir wilayah pesisir Jakarta kehilangan 1.153 hektare hutan mangrove. Menurut Direktur Keadilan Kota dari Institut Hijau Indonesia, Selamet Daroyni, penurunan permukaan tanah terparah terjadi di Penjaringan.
"Sebagai akibat konversi hutan mangrove menjadi hunian," kata Selamet, Jumat (8/4).
Berdasarkan penelitian sejak 1985 hingga 2010, lanjut Selamet, laju penurunan permukaan tanah di Penjaringan mencapai 4,8662 sentimeter per tahun. Berikutnya Pademangan mencapai 4,1573 sentimeter per tahun. Baru setelahnya Tanjung Priok, yang mencapai 3,491 sentimeter per tahun. Koja mencapai 3,1625 per tahun dan penurunan muka tanah di Cilincing 2,65 sentimeter per tahun.
Selamet menambahkan reklamasi pantai utara turut mempengaruhi penurunan permukaan tanah ini. "Reklamasi justru memperparah, tidak ada korelasinya menyelamatkan Jakarta dari banjir," tuturnya.
Solusi terbaik, tambah Selamet, untuk menahan penurunan permukaan tanah adalah merevitalisasi sekitar 2.500 hektare hutan bakau. Hutan bakau menjadi kawasan penyangga. Hanya saja untuk menjadi penyangga, kata dia, kawasan tersebut harus steril dari pembangunan dan harus dibiarkan dalam kondisi aslinya. "Padahal di kawasan teluk Jakarta yang menguasai perusahaan-perusahaan properti," ujar Selamet.
Selamet menambahkan konversi hutan mangrove menjadi hunian membuat 6,6 juta meter kubik air kehilangan tempat resapan. Beban bangunan, beban jalan tol, curah hujan tinggi, banjir rob dan pengambilan air yang masih tinggi memperparah kondisi kawasan Penjaringan. Hunian di Penjaringan sendiri termasuk paling padat untuk wilayah Jakarta Utara. "Akibatnya sekarang daya dukung lingkungannya sudah hilang," tambahnya.
Hilangnya daya dukung lingkungan terlihat dari banjir rob yang makin masif sejak tahun 2000. Di Muara Angke dan Kalibaru, misalnya, sekitar tahun 2000 rob hanya setinggi 40-50 sentimeter. Tetapi pada November-Desember 2010 terpantau titik rob mencapai 2,5 meter.
Hilangnya daya dukung pesisir di Penjaringan mempengaruhi wilayah lain. Air laut lebih mudah merembes masuk ke daratan (intrusi) hingga ke Jakarta Timur, Barat dan Pusat. Genangan, baik disebabkan banjir rob, curah hujan tinggi maupun banjir kiriman, di berbagai wilayah juga terpantau makin tinggi.
"Contohnya di Marunda yang tanahnya lebih tinggi dan beban bangunannya belum banyak. Tahun 2004-2005 genangannya hanya 5-10 sentimeter, 2010 genangan karena rob sampai 70 sentimeter," kata Selamet.
Wakil Camat Penjaringan, Rusdianto, mengakui semakin parahnya penurunan permukaan tanah di kawasannya. Indikasi ini terlihat dari warga yang terus menerus menguruk tanah di sekitar rumahnya.
ARYANI KRISTANTI