TEMPO.CO, Jakarta - Jalan Raya Inspeksi Kalimalang di Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, dikenal rawan kecelakaan. Sebab, sejak ada pembangunan ruas jalan tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu, konstruksi jalan tersebut rusak. "Kalau panas berdebu, ketika hujan berlumpur," kata Fajar, pengguna jalan, Kamis, 3 Maret 2016.
Fajar mengaku pernah melintas di jalur tersebut dengan jarak tempuh hanya sekitar dua kilometer, tapi membutuhkan waktu satu jam. Ketika itu, kondisinya hujan, sehingga mengakibatkan kemacetan parah. "Dari simpang Lampiri ke Radin Inten butuh sejam," kata warga Bekasi Barat ini.
Berdasarkan pengamatan Tempo, sejak ada pembangunan jalan bebas hambatan itu, ruas Jalan Kalimalang menyempit menjadi sekitar delapan meter lebih. Hanya dua lajur yang bisa dilalui, yaitu dari arah barat dan timur. Kondisi jalannya bergelombang dan banyak lubang.
Kondisi ini diperparah dengan minimnya marka jalan penunjuk jalan rusak, sehingga tak jarang pengguna jalan kerap terjebak ke lubang tersebut. Apalagi, saat hujan, jalan menjadi licin, karena bekas tanah pada proyek jalan tol Becakayu. Sementara, pada malam hari, penerangan jalan sangat minim.
Karena itu, pengguna jalan hanya mengandalkan penerangan dari sejumlah bangunan yang berada di utara jalan, seperti pertokoan, bank, stasiun pengisian bahan bakar umum, dan lampu kendaraannya sendiri. Hal ini, yang menyebabkan jalur tersebut rawan terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Perwira Unit Lalu Lintas Satuan Wilayah Jakarta Timur Sektor Duren Sawit Inspektur Dua Danu mengakui sepanjang jalur Kalimalang rawan terjadi kecelakaan lalu lintas. Sebab, sepanjang jalur tersebut terdapat pembangunan proyek yang berdampak pada konstruksi jalan.
Menurut dia, paling banyak terjadinya kecelakaan di saat jam sibuk, seperti pagi hari atau ketika orang berangkat kerja mulai pukul 06.00-08.00 WIB, dan pulang kerja pukul 17.00-20.00 WIB. "Mayoritas karena out off control, sehingga menyebabkan kecelakaan tunggal," kata Danu.
Ia mencontohkan, pengguna jalan yang pulang bekerja dalam kondisi letih, tak menyadari jika jalur tersebut terdapat banyak lubang. Karena ingin buru-buru pulang, maka tak jarang kendaraannya masuk ke lubang, sehingga mengakibatkan pengendara jatuh. "Tapi, enggak sampai parah, paling terkilir," katanya.
Soalnya, kata dia, kepadatan arus lalu lintas di jalan itu, membuat pengguna jalan tak bisa memacu kendaraannya dengan kecepatan maksimal. Misalnya, kendaraan roda dua paling cepat hanya 30-40 kilometer per jam. Apalagi ketika kondisi macet, hanya 10-20 kilometer per jam. "Kalau roda empat maksimal 30 kilometer per jam," ujarnya.
Selain kecelakaan lalu lintas, jalur tersebut rawan terjadinya kemacetan. Di antaranya di simpang Haji Naman, Lampiri, Curug, Radin Inten, dan Pangkalan Jati. Karena itu, setiap titik rawan kemacetan ditempatkan dua petugas kepolisian untuk mengurai kemacetan. "Kami sudah memasang rambu portabel," ujar Danu.
Menurut dia, penyebab kemacetan itu, karena banyaknya kendaraan yang melintas. Sebab, jalur tersebut merupakan jalur lintasan dari Bekasi ke Jakarta. Selain itu, banyaknya kendaraan proyek, serta angkutan umum yang ngetem sembarangan. "Sebelumnya, kendaraan besar tak boleh melintas, sekarang karena ada proyek, jadi yang diperbolehkan hanya truk milik proyek," ujar Danu.
Selain itu, kata dia, kepolisian juga meminta agar pihak kontraktor memasang pagar pengaman yang memisahkan jalan dan lokasi proyek. Sehingga, kata dia, pengguna jalan tak sampai masuk ke lokasi proyek. "Sudah terpasang semua, berikut arah penunjuk jalan," katanya.
ADI WARSONO