TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum Maylani Wuwung mengungkapkan ada berbagai kebohongan yang disampaikan penasihat hukum terdakwa Jessica Kumala Wongso dalam nota pembelaannya.
Maylani mengatakan kebohongan tersebut membuat jaksa merenung dan bertanya-tanya. "Apakah kebohongan menular? Kalau menular, mungkin dari terdakwa yang menularinya. Kami berpendapat demikian," kata Maylani dalam sidang pembacaan replik atau tanggapan atas pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 17 Oktober 2016.
Baca:
Tolak Pleidoi Jessica, Jaksa: Pembunuhan Rapi dan Keji
Hakim yang Tangani Kasus Jessica Akan Diperiksa MA, Mengapa?
Sidang Pleidoi, Kuasa Hukum Jessica Minta Kliennya Dibebaskan
Maylani menambahkan bahwa keterangan ahli psikiatri Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Natalia Widiasih Rahardjanti, menyatakan Jessica termasuk dalam kategori inkonsisten atau pembohong. Dengan demikian, ada kemungkinan penasihat hukum tertular kebohongan Jessica. "Semoga saja kami keliru. Kami harapkan kejujuran penasihat hukum dalam upayanya membela terdakwa. Kita harus renungkan dan berdoa sejenak agar penasihat hukum mendapat hidayah dan tidak mencoreng profesi advokat secara umum," tuturnya.
Kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan, tak banyak menanggapi tudingan jaksa Maylani. Dia hanya tertawa dan mengatakan, "Sebaiknya saya jawab dalam duplik saja kali ya, biar jelas, biar enak nanti, ya."
Adapun kebohongan yang disebut Maylani, di antaranya, terkait dengan 5 gram sianida di dalam gelas es kopi Vietnam yang diminum Mirna, yang dianggap sebagai kebohongan oleh penasihat hukum lantaran tak seorang pun menyatakan itu dalam persidangan. Faktanya, kata Maylani, kandungan sianida sebanyak 5 gram yang berasal dari keterangan ahli toksikologi forensik, Nursaman, diakui dan dikutip detail oleh penasihat hukum dalam pleidoinya.
Maylani mengatakan, dalam sidang sebelumnya, penasihat hukum pernah mengatakan telah mengajukan permintaan resmi kepada stasiun televisi untuk mendapatkan rekaman sidang yang digunakan ahli digital forensik, Rismond Sianipar, untuk menganalisis CCTV. Namun, setelah dicek oleh tim kejaksaan Jakarta Pusat, tiga stasiun TV menyatakan belum pernah ada permintaan tersebut.
"Tindakan penasihat hukum sungguh sudah dalam tahap memprihatinkan. Sampai sejauh itukah keinginan menang dari penasihat hukum sampai harus menghalalkan segala cara?" ujar Maylani, disambut sorakan penonton sidang.
Kebohongan lainnya, ujar Maylani, terkait dengan bayaran untuk saksi ahli yang dihadirkan pihak Jessica. Dalam persidangan, penasihat hukum pernah menyatakan bahwa tidak ada satu pun ahli yang dihadirkan tidak dibayar. Namun, ketika ahli patologi forensik Australia, Beng Beng Ong, diperiksa oleh pihak Imigrasi Jakarta Pusat, salah satu penasihat hukum menyatakan Ong tidak dibayar atas jasa memberikan keterangan dalam persidangan. "Jadi mana yang benar, siapa yang berbohong? Siapa yang dapat dipercaya apabila penasihat hukum yang dalam satu tim saja saling bantah. Mereka saling berkata tidak sebenarnya, apalagi untuk hal lainnya," tuturnya.
Jaksa juga merasa difitnah lantaran penasihat hukum menyebutkan bahwa mereka mengetahui penyebab kematian Mirna bukan karena sianida berdasarkan keterangan Dr Djaja Suryaatmadja dalam berita acara pemeriksaan. Padahal, kata Maylani, tak satu pun keterangan Dr Djaja seperti itu di dalam BAP. *
FRISKI RIANA