TEMPO.CO, Jakarta - Realisasi pengadaan lahan untuk kepentingan umum setelah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tak menjabat disoroti anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta. Sekretaris Komisi A DPRD Syarif mengatakan pengadaan lahan di masing-masing wilayah kota administratif mandek terutama lahan untuk ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA).
Syarif mengatakan jika Ahok masih menjabat Gubernur DKI tidak akan ada satu wali kota pun yang tidak merealisasikan pengadaan lahan untuk RPTRA ini. Menurut Syarif, banyak alasan dari eksekutif untuk tidak membebaskan lahan tersebut.
"Ya, ini karena sudah tidak ada Pak Gubernur yang lama. Kalau Pak Ahok masih (menjabat), saya kira dimarahi semua Pak Wali kota ini. Jujur, enggak? Dipaksa bapak eksekusi. Ini preseden buruk," ujar Syarif dalam rapat rancangan kebijakan umum perubahan serta prioritas dan plafon anggaran sementara (KUPA-PPAS) APBD 2017, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis, 24 Agustus 2017.
Baca juga: Plt Gubernur DKI: RPTRA Bukan untuk Ahok-Djarot
Syarif mengatakan anggaran pengajuan pengadaan tanah itu dimatikan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta. Masing-masing kota administrasi dianggarkan Rp 50 miliar untuk pengadaan tanah RPTRA, jika dikalikan lima wilayah totalnya Rp 250 miliar. Proses pengadaan lahan tersebut belum dieksekusi sampai saat ini.
Adapun alasan yang muncul terhadap mandeknya pengadaan lahan ini adalah lemahnya payung hukum, kesalahan nomenklatur, atau pun salah kode rekening pada saat penetapan. Namun Syarif menilai alasan tersebut tidak logis. Menurut dia, pengadaan RPTRA sudah tertuang dalam keputusan gubernur.
Jika nomenklatur jadi permasalahan, Syarif meminta agar penulis nomenklatur diberikan sanksi teguran hingga pemotongan tunjangan kinerja daerah (TKD). "Ini jadi preseden buruk. Kalau Pak Ahok menang (Pemilihan Gubernur DKI Jakarta), Pak Wali (wali kota) akan disetrap (dihukum) ini. Tidak ada yang merepotkan menurut saya," ujar Syarif.
Selain itu, Syarif juga mempersoalkan target pembangunan kantor lurah yang tidak tercapai hingga akhir 2017. Padahal, kata Syarif, pembangunan kantor lurah masuk dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) 2012-2017.
LARISSA HUDA