TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Basuki Tjahaja Purnama tak mau lagi dipusingkan soal operasional Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway (APTB). Karena itu, Ahok keukeuh melelang tarif pembayaran rupiah per kilometer. "Jika APTB masih gunakan sistem lama, capek deh," kata Ahok kepada Tempo, Ahad, 24 Mei 2015.
Ahok tak mau operator APTB tetap gunakan sistem setoran untuk bus-bus APTB yang beroperasi di dalam Kota Jakarta. Alasannya, kata Ahok, sistem setoran membuat sopir APTB berlaku seenaknya di jalan raya. "Para sopir tak segan naik-turunkan penumpang seenaknya karena kejar setoran," ujar Ahok.
Bus-bus APTB yang kerap keluar-masuk jalur Transjakarta juga membuat Ahok geram. Kebiasaan sopir bus APTB ini memperparah kemacetan Ibu Kota. Karena itu, pembayaran rupiah per kilometer ini diharapkan membuat para sopir bisa menerima gaji tetap setiap bulan tanpa terbebani target setoran.
Sebelumnya, Ahok berkelakar akan membatasi operasional APTB hingga batas kota pada awal Mei. Namun Ahok menyadari bus-busnya kurang untuk mengangkut penumpang yang berkegiatan di Ibu Kota. Karena itu, Ahok melonggarkan aturan pembatasan operasional APTB hingga saat ini.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Benjamin Bukit mengatakan telah menerima disposisi dari Ahok soal pembatasan operasional APTB. Namun, kata dia, batas kota yang dimaksud adalah bus APTB boleh naik-turunkan penumpang hingga batas kota, lalu bus akan memutar di putaran balik terdekat dalam kota.
Benjamin mengatakan dia akan kembali mengumpulkan operator APTB, Organda, dan Dewan Transportasi Jakarta untuk membicarakan soal disposisi ini. Benjamin juga akan mendiskusikan kembali soal lelang tarif rupiah per kilometer dalam pertemuan tersebut.
APTB melayani 21 trayek yang mengangkut penumpang dari mitra kota Jakarta menuju pusat kota. Ada 13 trayek yang melayani Bogor-Jakarta, 4 trayek melayani Bekasi-Jakarta, 2 trayek melayani Tangerang-Jakarta, sisanya melayani Ciputat-Jakarta Pusat. Dari total keseluruhan, ada 17 trayek dari Bogor dan Bekasi yang akan berhenti sampai halte UKI Cawang.
YOLANDA RYAN ARMINDYA