TEMPO.CO, Tangerang - Sunata, 85 tahun duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa atas dugaan kasus pidana yang diperkarakan anak-anaknya. Enam anaknya melaporkan Sunata melakukan penganiayaan terhadap ibu kandung mereka, Soehati.
"Abah sudah lama menyiksa ibu, tidak mengakui ibu sebagai istrinya dan juga kami sebagai anak-anaknya," ujar Muhammad Romdoni, 42 tahun saat ditemui di Pengadilan Negeri Tangerang Kamis 12 November 2015.
Sunata yang saat itu memiliki istri lebih dari tiga meninggalkan Soehati dan keenam orang anaknya pada tahun 1998. Pada 2012, Sunata yang terkenal sebagai pengusaha tambang pasir di Kecamatan Cisoka ini kembali ke rumahnya. "Dia kembali datang untuk menguasai seluruh harta yang ada," kata Romdoni.
Menurut Romdoni, saat ayahnya kembali, ibunya kerap menerima teror dari preman bayaran. Akhirnya pada 2012, Sunata dan Soehati sepakat bercerai. "Ibu jatuh sakit ketika Abah menyatakan tidak pernah menikahinya dan tidak mengakui kami sebagai anaknya, kini ibu masih terbaring sakit,"kata Romdoni.
Setelah keduanya bercerai, menurut Abdul Rojak, kakak kandung Romdoni, Sunata terus meneror mereka. "Dia ingin menguasai harta gono gini," kata Rojak.
Tanpa sepengetahuan anaknya, Sunata pun menjual sejumlah bidang tanah tanpa seharga Rp 5 milyar.
Tak terima dengan keputusan jual beli, enam anaknya melaporkan Sunata ke Polda Metro Jaya pada Februari 2014 dengan tuduhan melanggar pasal 266 (1) dan (2), pasal 263 dan 372 KUHP karena memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik.
Kuasa hukum Sunata, Erwin Hidayat, membantah tudingan yang diarahkan ke kliennya. Menurut Erwin, perseteruan kedua belah pihak karena salah paham. Erwin membenarkan Sunata yang menjual aset senilai Rp 5 Milyar. Uang itu, katanya hendak dibagi separuh untuk Soehati dan enam anaknya serta sisanya untuk Sunata dan tiga istri lainnya. "Uang untuk bagian anak-anaknya tidak disampaikan kepada orang yang diberikan kuasa,"kata Erwin. Menurut Erwin, Sunata berusaha bertemu dengan Soehati dan anak-anaknya untuk menjelaskan kesalahpahaman tapi tidak pernah berhasil.
JONIANSYAH HARDJONO