Ratusan warga Pulau Pari melakukan unjuk rasa di Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk mendukung warganya bernama Sulaiman yang dilaporkan oleh manajemen PT Bumi Pari Asri pada Juni 2017 atas tudingan penyerobotan lahan, Selasa, 2 Oktober 2018. TEMPO/M Yusuf Manurung
TEMPO.CO, Jakarta - Ratusan warga Pulau Pari berunjuk rasa di Pengadilan Negeri Jakarta Utara mulai pukul 13.00, Selasa, 2 Oktober 2018. Unjuk rasa ini sebagai bentuk dukungan kepada Sulaiman, nelayan yang dilaporkan perusahaan pengembang PT Bumi Pari Asri dalam perkara sengketa tanah.
Rencananya, Sulaiman membacakan nota pembelaan atau pleidoi hari ini. Dalam persidangan sebelumnya, dia dituntut dihukum penjara selama 1 tahun 6 bulan oleh jaksa.
Dalam unjuk rasa, warga Pulau Pari juga menuntut jaksa mencabut tuntutan kepada Sulaiman, Ketua RW mereka. Massa menyampaikan orasi politik, menyanyikan lagu, dan membawa keranda mayat sebagai simbol matinya hukum. "Tuntutan itu mengada-ada," ucap seorang orator dari atas mobil komando.
Tuntutan itu memang dianggap janggal Direktur LBH Jakarta Arif Maulana. Jaksa disebut tidak memasukkan atau bahkan menghilangkan beberapa fakta persidangan.
“Jaksa tidak memasukkan beberapa kesaksian dan keterangan yang diucapkan saksi di depan persidangan,” kata Arif dalam keterangan tertulis, Selasa.
Sulaiman dilaporkan ke polisi oleh Pintarso Adijanto dan PT Bumi Pari Asri, yang mengklaim memiliki tanah di Pulau Pari. Pada persidangan sebelumnya, jaksa menyebut Sulaiman terbukti bersalah karena menyewakan tanah yang diklaim milik Pintarso dan PT Bumi Pari Asri lewat homestay yang dikelolanya.
Penasihat hukum Sulaiman, Nelson, mengatakan kliennya hanya bekerja mengurus homestay milik seorang warga bernama Surdin. Nelson melanjutkan, Surdin sudah pernah dihadirkan dalam persidangan dan memberikan bukti sebagai pemilik tanah seluas 600 meter persegi di Pulau Pari.