Jusuf Kalla Jadi Saksi Meringankan dalam Kasus Eks Dirut Pertamina, Begini Aturan Hukumnya
Reporter
Hendrik Khoirul Muhid
Editor
S. Dian Andryanto
Jumat, 17 Mei 2024 15:05 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla alias JK menjadi saksi meringankan dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) terdakwa Eks Direktur Utama Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan.
Apa itu saksi meringankan dan bagaimana regulasinya dalam perundang-undangan di Indonesia?
Sebelumnya, JK menjadi saksi meringankan yang dihadirkan kuasa hukum Karen Agustiawan dalam sidang di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, pada Kamis, 16 April 2024. Saat ditanya Majelis Hakim tentang penyebab Karen menjadi terdakwa, politikus senior Partai Golkar ini mengaku bingung.
"Saya juga bingung kenapa dia terdakwa, karena dia menjalankan tugasnya. Instruksi dari presiden ke Pertamina. Instruksinya harus dipenuhi di atas 30 persen. Saya ikut membahas hal ini kebetulan saya di pemerintah waktu itu,” kata JK.
Pengertian saksi meringankan
Saksi, berdasarkan Pasal 1 butir 26 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP, adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Sebab itu, keterangan saksi juga merupakan alat bukti perkara pidana, sebagaimana diklaim Pasal 1 butir 27 KUHAP.
“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan pengetahuannya itu”.
Dilansir dari Pn-sabang.go.id, adapun saksi meringankan atau A de Charge merupakan saksi yang diajukan oleh terdakwa dalam rangka melakukan pembelaan atas dakwaan yang ditujukan pada dirinya. Saksi meringankan ini dapat memberikan keterangan yang dapat menguntungkan tersangka atau terdakwa. Keterangan tersebut dapat dipertimbangkan untuk mengurangi atau menganulir hukuman jika terbukti bersalah.
“Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya," sebagaimana disebutkan Pasal 65 KUHAP:
“Dalam pemeriksaan tersangka ditanya apakah ia menghendaki saksi yang dapat menguntungkan baginya dan bilamana ada maka hal itu dicatat dalam berita acara,” bunyi dalam Pasal 116 ayat (3) KUHAP.
Dinukil dari publikasi Hak Terdakwa Menghadirkan Saksi yang Meringankan (A De Charge) dalam Persidangan Perkara Penganiayaan (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Baubau Nomor: 71/Pid.B/2015/PN.BAU), keterangan saksi A de Charge dengan sifat meringankan terdakwa lazim diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukum.
Kehadiran saksi meringankan dianggap sebagai penyeimbang dari adanya saksi memberatkan. Sistem pembuktian hukum acara pidana Indonesia tak mengenal sistem pembuktian terbalik. Namun demi keadilan, terdakwa juga memiliki hak untuk membuktikan dirinya tidak bersalah dengan menghadirkan saksi yang meringankan. Saksi tersebut berguna untuk melemahkan pembuktian yang diajukan oleh penuntut umum.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | ADIL AL HASAN | KAKAK INDRA PURNAMA
Pilihan Editor: Bersaksi di Pengadilan Tipikor Jusuf Kalla Bingung Karen Agustiawan Bisa Jadi Terdakwa Korupsi Pengadaan LNG