Kasus Kerangkeng Manusia, Jaksa Kasasi Atas Putusan Bebas Mantan Bupati Langkat
Reporter
Mei Leandha
Editor
Iqbal Muhtarom
Selasa, 9 Juli 2024 23:22 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Negeri Stabat yang diketuai Andriansyah menjatuhkan vonis bebas kepada bekas Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin atas dakwaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Dalam sidang putusan yang digelar Senin, 8 Juli 2024, hakim menilai Terbit Rencana Perangin-angin tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan TPPO berupa kerangkeng manusia dan tidak ada hubungannya dengan terdakwa.
Jaksa dalam dakwaannya menyebut, kerangkeng tersebut menjadi kandang para pekerja kebun sawit yang melawan perintahnya. Selama dalam kurungan, para korban mengalami penganiayaan. Akibatnya, empat orang tewas.
Dalam kasus ini, empat pengelola kerangkeng terbukti melakukan TPPO dan telah divonis bersalah. Mereka adalah Terang Ukur Sembiring, Jurnalista Subakti dan Rajesman Ginting, masing-masing tiga tahun penjara. Suparman Perangin-angin divonis lebih ringan, dua tahun bui.
"Majelis hakim berpendapat, perbuatan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan karena tidak ada kaitannya dengan apa yang dialami korban berdasarkan keterangan saksi anak binaan di persidangan. Membebaskan terdakwa dari semua dakwaan, memulihkan hak-haknya dalam kemampuan serta harkat martabatnya. Menyatakan permohonan restitusi ditolak," kata Andriansyah sambil mengetuk palu, Senin, 8 Juli 2024.
Putusan hakim dijawab Jaksa Penuntut Umum Sai Sintong Purba dari Kejaksaan Negeri Langkat dengan kasasi. Pihaknya menilai terdakwa melanggar Pasal 2 ayat (2) jo Pasal 7 ayat (1) jo Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO. Menuntutnya dengan hukuman 14 tahun penjara, denda Rp 500 juta dan restitusi sebesar Rp 2,3 miliar kepada 11 korban atau ahli warisnya.
"Jika terdakwa tidak mampu membayar restitusi, paling lama 14 hari setelah putusan pengadilan dan berkekuatan hukum tetap, diganti dengan pidana penjara selama satu tahun," ujar Sintong.
Bukti bahwa Terbit terkait dalam TPPO adalah: dua unit mobil atasnamanya, tanah dan bangunan pabrik kelapa sawit PT Dewa Rencana Peranginangin di Dusun 3 Raja Tengah, Kecamatan Kuala. Terdakwa dituding tidak mendukung program pemerintah yang ingin melindungi hak-hak warga negara Indonesia, perbuatannya menimbulan trauma mendalam bagi saksi dan korban.
"Terdakwa selaku kepala daerah seharusnya memberi contoh yang baik kepada warganya. Dia pernah dihukum dalam tindak pidana korupsi yang telah berkekuatan hukum tetap," ungkap Sintong.
Sedangkan Terbit, begitu mendengar ucapan hakim, dia langsung sujud syukur dan menangis. Memeluk keluarga dan para simpatisannya yang memenuhi ruang sidang. Usai persidangan, saat diwawancarai, dia berterima kasih kepada majelis hakim. Menurutnya putusan mereka sesuai fakta persidangan.
"Terima kasih majelis hakim yang memberi putusan bebas kepada saya, itu memang fakta persidangan. Pengadilan Stabat masih murni menjalankan tugasnya," kata Terbit.
Terbit sudah dua kali menerima putusan pengadilan. Pertama, dia divonis 7 tahun 6 bulan penjara dalam kasus korupsi di Pemkab Langkat pada 14 Februari 2023. Kemudian divonis dua bulan penjara dalam kasus kepemilikan satwa dilindungi pada 28 Agustus 2023.
Kasasi didukung LPSK
Kerangkeng manusia ditemukan di rumah Terbit pada Januari 2022. Saat itu, LPSK segera melakukan tindakan proaktif dengan memberi perlindungan kepada 14 orang yang memiliki keterangan penting dalam proses pengungkapan perkara.
LPSK dalam rilisnya yang diterima Tempo pada Selasa, 9 Juli 2024, mendorong dan mendukung upaya hukum kasasi oleh kejaksaan, termasuk substansi mengenai permohonan restitusi korban sebagai salah satu materi pokok dalam memori kasasinya.
Meski putusan bebas terhadap Terbit Rencana Perangin-angin tersebut jauh dari harapan korban, LPSK berkeyakinan bahwa putusan PN Stabat yang membebaskan terdakwa tidak menyurutkan upaya penegakan hukum dan pemenuhan hak saksi/korban dalam kasus TPPO dan kasus lain yang merendahkan martabat kemanusiaan dalam berbagai bentuknya sebagai pelanggaran hak asasi manusia.
LPSK berterima kasih dan mengapresiasi para saksi dan korban yang hingga akhir persidangan memiliki keteguhan untuk berani bersaksi dan berjuang menegakkan dan meraih keadilan.
Pilihan Editor: