Minta Ekshumasi dan Otopsi Ulang Afif Maulana ke Bareskrim, LBH Muhammadiyah Siapkan Dokter Forensik
Reporter
Jihan Ristiyanti
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Senin, 22 Juli 2024 14:09 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum Advokasi Publik (LBHAP) PP Muhammadiyah siap menyediakan dokter forensik untuk melakukan ekshumasi (pembongkaran makam) Afif Maulana, anak 13 tahun yang diduga tewas disiksa polisi di Padang, Sumatera Barat.
"Kami siap apabila diminta untuk menghadirkan dokter forensik dari Muhammadiyah untuk ekshumasi dan otopsi ulang," ujar Ketua Badan Riset dan Advokasi Publik LBHAP PP Muhammadiyah, Gufroni di Mabes Polri, Senin, 22 Juli 2024.
Hal itu disampaikan Gufroni saat mengajukan permohonan ekshumasi Afif ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Ia mengajukan permohonan itu berdasarkan surat kuasa yang diberikan orang tua almarhum Afif, yaitu Afrinaldi dan Anggun Angriani.
Bila permohonan ekshumasi diterima, pelaksanaannya bisa dilakukan oleh dokter forensik dari Muhammadiyah. Hal itu untuk menghindari adanya asumsi ketidaktransparan dari hasil ekshumasi dan otopsi ulang nantinya. "Agar tidak terjadi dugaan, bahwa prosesnya tertutup atau hasilnya dibuat-buat," ujar dia.
Gufroni mengklaim dokter Muhammadiyah telah memiliki pengalaman di bidang forensik.
Afif (13 tahun), seorang siswa SMP diduga meninggal karena disiksa polisi dari Polsek Kuranji, Padang. Namun Kapolda Sumatera Barat membantah ada penyiksaan oleh polisi dalam kasus kematian Afif. Dia bersikeras Afif meninggal karena melompat dari Jembatan Kuranji pada saat razia tawuran.
Sebelumnya, Kapolri, Listyo Sigit Prabowo telah memerintahkan adanya otopsi ulang kepada Afif. Perintah itu diberikan karena adanya dugaan keterlibatan anggotanya.
Mayat Afif ditemukan di bawah Jembatan Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) oleh seorang pegawai cafe pada Ahad siang, 9 Juni 2024. Temuan mayat bocah tersebut kemudian dilaporkan ke Polsek Kuranji.
Hasil penyelidikan kepolisian sebelumnya mengatakan, Afif meninggal karena lompat dari jembatan. Ia diduga lompat saat menghindari kejaran polisi yang sedang mengamankan kumpulan remaja termasuk Afif yang diduga hendak melakukan tawuran.
Namun keluarga meyakini kematian Afif bukan meninggal karena melompat dari jembatan, melainkan akibat kekerasan polisi. Keyakinan itu muncul, karena teman Afif mengaku sempat melihat Afif dikerumuni oleh polisi di atas jembatan sebelum mereka berpisah.
Pada saat ini kasus kematian Afif Maulana ditangani oleh Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Polda Sumbar). Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah memutuskan memberi perlindungan kepada 5 keluarga Alif. Mereka adalah ayah, Ibu, Paman, Kakek dan Nenek dari Afif.
Pilihan Editor: Investasi Fiktif Menyeret Anak Polisi di Bogor, Kasat Reskrim Ungkap Kasusnya Naik ke Penyidikan