Unjuk Rasa di Depan KPU DKI, Tolak Pencalonan Dharma Pongrekun
Reporter
Tamara Aulia
Editor
Ahmad Faiz Ibnu Sani
Selasa, 20 Agustus 2024 05:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Pro Demokrasi berunjuk rasa di depan kantor Komisi Pemilihan Umum atau KPU DKI Jakarta dan mendesak pembatalan pencalonan pasangan Dharma Pongrekun-Kun Wardana Abyoto sebagai calon independen di Pilkada DKI Jakarta. Alasannya pencalonan pasangan ini diduga disertai pencatutan KTP sejumlah warga DKI untuk memenuhi syarat dukungan.
Unjuk rasa ini berlangsung pada Senin, 19 Agustus 2024 yang dimulai sejak pukul 15.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB. Aksi demo dipimpin oleh Koordinator Lapangan gerakan Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Pro Demokrasi, Rafli Maulana. Dalam spanduk aksi demo tersebut tertulis ‘Proses Hukum Dharma Pongrekun Dugaan Pencatutan KTP Pribadi Warga DKI’.
Massa juga meminta Mabes Polri untuk mengusut dugaan pencurian data pribadi di balik pencalonan Dharma Pongrekun-Kun Wardana Abyoto ini.
“KPU DKI harus tegas dengan terjadinya peristiwa hukum ini. Kami juga tidak hanya meminta kepada KPU namun juga meminta kepada pihak Bareskrim Mabes Polri untuk tegas mengusut tuntas kasus ini,” kata Rafli ketika ditemui saat aksi demo di depan Gedung KPU DKI Jakarta, pada Senin, 19 Agustus 2024.
Berdasarkan pantauan di lokasi, aksi demo ini hanya diikuti oleh segelintir orang dari anggota gerakan Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Pro Demokrasi dan tidak ada warga DKI yang hadir dalam unjuk rasa tersebut. Hal ini juga dikonfirmasi langsung oleh Rafli melalui pesan Whatsapp.
“Iya ada 15 orang, tadi warga DKI tidak hadir tapi kami terus melakukan konsolidasi secara menerus,” kata Rafli.
Gerakan Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Pro Demokrasi menyatakan akan mengulan unjuk rasa serupa pada Kamis, 22 Agustus 2024 di depan gedung Bawaslu RI, Menteng, Jakarta Pusat. “Agenda untuk selanjutnya insya Allah hari Kamis kami laksanakan. Untuk lokasinya akan pindah ke Bawaslu,” ucap Rafli.
Dugaan Pencatutan KTP DKI untuk Dharma Pongrekun Dinilai Langgar UU Pelindungan Data Pribadi
Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) menilai dugaan pencatutan KTP untuk pencalonan pasangan Dharma Pongrekun-Kun Wardana Abyoto sebagai calon independen di Pilkada DKI Jakarta merupakan tindak pidana.
“Ini ada sistem, ada struktur dalam kasus pencatutan data pribadi berupa KTP untuk pencalonan independen Dharma Pongrekun-Kun Wardana,” kata Ketua PBHI Julius Ibrani saat dihubungi, Ahad, 18 Agustus 2024.
Menurut dia, ribuan data pendukung yang didapat pasangan calon kepala daerah itu janggal karena diperoleh dalam waktu singkat. Sebelumnya Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta menyatakan Dharma-Kun tidak lolos verifikasi, namun beberapa waktu kemudian diloloskan dengan mengantongi 677.468 dukungan.
Jumlah tersebut berada di ambang batas minimal 618.968 untuk maju sebagai calon independen. Namun, Julius Ibrani skeptis dengan cara pengumpulan data pribadi dari pendukung mereka.
“Logikanya satu-satunya sumber yang bisa dia cari untuk mendapatkan data ini adalah instansi baik Kementerian Dalam Negeri atau Kementerian Komunikasi dan Informatika,” ucapnya.
Faktanya, kata Julius, PBHI menerima lebih dari 300 aduan warga yang menyatakan tidak mengenal dan tidak pernah memberi dukungan terhadap Dharma-Kun. Mereka yang mengadu itu KTP-nya dicatut usai memeriksa di laman info pemilu milik KPU.
“Gak mungkin dilakukan individu tanpa orkestrasi politik tingkat tinggi di atasnya,” tuturnya.
Menurut dia, ini bukan lagi delik aduan suatu tindak pidana, melainkan delik umum yang mesti ditindaklanjuti segera oleh kepolisian. Julius menyebut polisi tidak perlu menunggu lama atau menanti semua laporan korban.
PBHI menilai pencatutan data ini melanggar Pasal 65 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi. Berdasarkan Pasal 67 ayat (1), pelakunya diancam pidana maksimal lima tahun penjara dan/atau denda Rp 5 miliar.
Masyarakat yang merasa dirugikan juga dapat menggugat secara perdata atas kasus pencatutan KTP ini secara individu maupun class action atau bersamaan.
“Untuk mempermudah pembuktian dalam gugatan perdata, maka dibutuhkan proses di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) terhadap KPU dan pasangan calon pengguna KTP secara ilegal,” kata Julius Ibrani.
Pilihan Editor: Polda Metro Jaya Setop Usut Pencatutan KTP untuk Dukung Dharma Pongrekun-Kun