Pakar Hukum Sebut Putusan MK Tidak Dapat Dianulir, Harus Dipakai KPU
Reporter
Antara
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Kamis, 22 Agustus 2024 09:55 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum administrasi negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Dr. Johanes Tuba Helan buka suara soal putusan Mahkamah Konstitusi atau putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024. Johanes mengatakan, putusan MK itu tidak dapat dianulir oleh badan legislatif maupun eksekutif.
"Tidak bisa. Dalam negara demokrasi, putusan badan yudikatif tidak bisa dianulir oleh badan legislatif maupun badan eksekutif," kata Johanes di Kupang, Kamis, 22 Agustus 2024, seperti dilansir dari Antara.
Komisi Pemilihan Umum (KPU), kata Johanes, harus tetap menggunakan keputusan MK sebagai landasan hukum pelaksanaan Pilkada 2024. Bila KPU tidak menggunakan keputusan MK, pelaksanaan Pilkada berpotensi melanggar hukum. KPU juga bisa diminta pertanggungjawaban secara hukum.
"Kalau tidak menggunakan putusan MK, maka pelaksanaan pilkada melanggar hukum sehingga dapat digugat melalui jalur hukum," ujarnya.
Hal itu disampaikan Johanes menanggapi kesepakatan dalam Rapat Panja RUU Pilkada. Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan pemerintah setuju melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 atau RUU Pilkada. Mereka sepakat untuk mengesahkan RUU PIlkada menjadi undang-undang pada rapat paripurna DPR.
Persetujuan itu disepakati dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada Baleg DPR di Senayan Jakarta, kemarin.
Delapan fraksi di Baleg DPR RI setuju terhadap pembahasan lebih lanjut RUU Pilkada. Delapan fraksi itu adalah Fraksi Demokrat, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Golkar, Fraksi NasDem, Fraksi PAN, Fraksi PKB, Fraksi PKS dan Fraksi PPP. Sedangkan Fraksi PDI Perjuangan menyatakan menolak pembahasan RUU Pilkada untuk diundangkan.
Perwakilan pemerintah, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga menyampaikan persetujuan agar RUU Pilkada diparipurnakan.
Ada dua materi krusial RUU Pilkada yang disepakati dalam Rapat Panja tersebut. Pertama, penyesuaian Pasal 7 UU Pilkada tentang syarat usia pencalonan sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA).
Pasal 7 ayat (2) huruf e, disepakati berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur, serta 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih.
Padahal, putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 menyatakan, penghitungan syarat usia calon kepala daerah harus terhitung sejak penetapan pasangan calon, bukan saat pasangan calon terpilih dilantik menjadi kepala daerah.
Kedua, soal perubahan Pasal 40 UU Pilkada terkait ambang batas pencalonan kepala daerah, dengan mengakomodasi hanya sebagian putusan MK.
Pilihan Editor: Kasus Katrol Nilai Rapor di SMPN 19 Depok, Kejaksaan Panggil 3 Kepala SMA Negeri