"Saya tidak berani menyebut mereka sesat, karena hal itu kompetensi komisi fatwa. Namun temuan terbaru tim di lapangan memang menyebutkan adanya kegiatan yang "beda", yang dilakukan jamaah itu," ujar anggota Komisi Kajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia, Robi Nurhadi, Rabu (8/12).
Robi mencontohkan, keyakinan "beda" ini. Kata dia, jamaah tersebut percaya bahwa di sekeliling makam terdapat air zam-zam priok. Hal lain yang dianggap menyimpang adalah mendoakan umat lain yang tidak sepandangan dengan Jamaah Gubah Al-Haddad agar cepat mati.
Doa ini, kata Robi, dipimpin langsung oleh pimpinan jamaah tersebut. "Ada juga doktrin bahwa darah Satpol PP halal," kata Robi, yang belum bisa mendata seberapa banyak jumlah pengikut jamaah Gubah Al-Haddad.
Praktek lain yang bertentangan adalah adanya kewajiban bagi jamaah untuk mengisi kotak amal yang disediakan di makam. Jamaah juga diwajibkan memakai baju tertentu sebelum melakukan pengajian atau ziarah. "Uniknya, setelah ziarah, jamaah diharuskan jalan mundur," ujar Robi.
Menurutnya, informasi ini dihimpun dari tim peneliti lapangan, yang berjumlah 10 orang--khusus memantau kegiatan masyarakat di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dobo. Peneliti lain yang dilibatkan terdiri dari unsur sejarawan, arkeolog, ahli sastra dan dokter. "Kami juga menghimpun informasi dari Walikota dan Kapolres Jakarta Utara," katanya.
Penanggungjawab penelitian, sekaligus Sekretaris Umum MUI Provinsi DKI Jakarta, Samsul Ma'arif, mengakui adanya kegiatan Jamaah Gubah Al-Haddad di TPU Dobo--yang diyakini warga sekitar sebagai tempat disemayamkannya jenazah Mbah Priok. "Kami belum kroscek lagi. Tapi memang benar ada temuan tim di lapangan mengenai praktek itu," kata Samsul, merujuk pada Jamaah Gubah Al-Haddad.
Samsul berharap, pemerintah turun tangan untuk menyelidiki penyimpangan yang dilakukan jamaah tersebut. "Harus diluruskan," ujarnya.
HERU TRIYONO