TEMPO.CO, Jakarta — Pemerintahan Anies-Sandi akan mengambil alih layanan air bersih. Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menyambut baik saran dari Ketua Komite Pencegahan Korupsi DKI Bambang Widjojanto untuk membentuk satuan tugas (satgas) menyetop swastanisasi air.
Hal ini juga sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang harus dijalankan agar swastanisasi air dihentikan di DKI.
“Nanti bentuknya bagaimana saya sarankan kepada tim untuk memastikan bahwa kami akan mengikuti keputusan MA. Kedua, memastikan layanan air bersih, akses air bersih, khususnya masyarakat di kelas menengah ke bawah bisa terbuka. Dan ketiga, adalah bagaimana masyarakat menengah ke bawah ini mendapatkan air dengan harga yang murah,” ujar Sandiaga di Balai Kota pada Senin 12 Februari 2018.
Baca juga: Diduga Korupsi Rp 561 Miliar, PAM Jaya Dilaporkan ke KPK
Menurut Sandiaga yang paling utama yakni akses masyarakat menengah ke bawah untuk mendapatkan harga yang terjangkau. Akses ini yang harus dibuka terlebih dahulu. Kalau itu diperlukan satuan tugas, pemerintah DKI akan terbuka menerima masukan dari para pakar.
April tahun 2018, Mahkamah Agung menyatakan pemerintah lalai dalam memenuhi hak asasi manusia, khususnya warga Jakarta, atas air. Putusan itu berawal dari gugatan Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta. Mereka mendaftarkan gugatan masyarakat (class action) dan menuntut privatisasi pengelolaan air dihentikan.
Mahkamah Agung menyatakan pemerintah melakukan perbuatan melawan hukum karena menyerahkan kewenangan pengelolaan air kepada pihak swasta. Lantaran adanya putusan itu, Sandiaga mengatakan, peralihan layanan air bersih ke PAM Jaya bakal berlangsung sebelum 2023, ketika kontrak PAM Jaya dengan dua mitra swasta berakhir.
Sandiaga menjelaskan, peralihan tersebut akan dimulai dengan restrukturisasi kontrak PAM Jaya dengan dua operator yaitu, PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra). Penyusunan ulang kontrak kerja sama, kata dia, juga akan membahas mekanisme agar pemerintah DKI tak menanggung biaya karena kontrak awal berakhir sebelum tenggat. Ia memperkirakan pembahasan tersebut rampung Maret tahun depan.
PAM Jaya meneken kontrak dengan Palyja dan Aetra pada 1997 untuk jangka waktu 25 tahun. Palyja bertanggung jawab atas layanan air bersih di wilayah barat Jakarta. Adapun wilayah timur dilayani oleh Aetra. Wilayah operasi keduanya dibatasi Kali Ciliwung.
Direktur Utama PAM Jaya Erlan Hidayat mengatakan kedua operator sudah menandatangani kesepakatan untuk merestrukturisasi kontrak pada September tahun lalu. Senada dengan Sandiaga, ia memastikan pelayanan air bersih di Ibu Kota akan beralih ke PAM Jaya sebelum 2023. “Kesediaan mereka untuk restrukturisasi itu mahapenting buat saya,” kata dia.
Menurut Erlan, tanpa adanya putusan Mahkamah Agung sekalipun, restrukturisasi kontrak tetap harus dilakukan. Sebab, kontrak yang berlaku saat ini membuat PAM Jaya tak bisa melayani warga Jakarta secara luas.
Dalam kontrak baru kelak, menurut Erlan, PAM Jaya akan sepenuhnya mengendalikan distribusi air bersih. Dengan begitu, pemerintah Jakarta bisa memastikan masyarakat berpenghasilan rendah pun bisa mengakses air bersih. Adapun pada kontrak yang berlaku saat ini, Palyja dan Aetra memegang konsesi pengelolaan air bersih di Jakarta mulai dari produksi sampai distribusi.
Simak juga: Soal Direksi PAM Jaya, Ahok: Emang Susah Cari Orang Jujur
Erlan menambahkan, mekanisme pengadaan air baku juga bakal berubah dalam kontrak baru. PAM Jaya akan bertugas menyediakan air baku untuk diolah menjadi air bersih oleh operator. Kebijakan itu membuat PAM Jaya bisa mengevaluasi nilai produksi yang diajukan operator. “Kami yang pegang dua ujung rantai pengelolaan,” kata Erlan.
Direktur Operasional Aetra, Lintong Hutasoit, menyerahkan pelaksanaan putusan Mahkamah Agung kepada PAM Jaya. Sebab, Aetra hanya menjadi turut tergugat dalam sengketa itu. Adapun Head of Corporate Communications Palyja, Lydia Astriningworo, tak menjawab pertanyaan Tempo.
LINDA HAIRANI | IRSYAN HASYIM