TEMPO.CO, Depok – Kemacetan lalu lintas di jalan-jalan utama Kota Depok pada jam pulang kantor terus terjadi. Termasuk kemacetan pada Sabtu dan Minggu. Warga terpaksa membawa kendaraan pribadi, karena angkutan kota tidak nyaman.
Jajang, warga di Citayam, selalu merasakan terjebak macet di Jalan Margonda hingga Jalan Kartini, ketika pulang setelah bekerja di Jakarta.
“Macet selama dua jam. Begini konsekuensinya kalau bawa kendaraan sendiri. Terpaksa, karena mau naik angkutan kota kurang nyaman,” katanya saat ditemui Tempo ketika terjebak kemacetan di Jalan Kartini pada Selasa, 20 Februari 2018.
Baca juga:
Disebut Kota Tak Layak Huni, Wali Kota Depok Sangkal Metodologi
Wali Kota Depok Akan Disomasi karena Dinilai Tak Peduli RTH
Raven, 21 tahun, warga yang tinggal di perumahan Grand Depok City, juga merasakan hal yang sama. Dia kuliah di Jakarta. Setiap pulang dan sampai di Depok pukul 17.00 WIB, selalu terjebak macet di Jalan Margona hingga Jalan Kartini.
“Saya siasati dengan pulang pukul 21.00 WIB, menghindari macet,” katanya. Raven mengakui lebih baik pulang lebih malam ketimbang harus terjebak dalam kemacetan. “Macetnya itu bikin emosi, kadang saling serobot karena buru-buru pulang,” katanya.
Kemacetan parah selalu terjadi di jalan raya dari Depok menuju Sawangan hingga Parung. Sejak Depok menjadi kota pada 1990-an, jalan ini belum pernah diperlebar. Padahal ratusan perumahan muncul di sepanjang jalan ini.
Pakar transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, mengatakan kondisi tersebut adalah cermin dari buruknya layanan transportasi di Kota Depok.
Masyarakat Depok memilih menggunakan kendaraan pribadi, seperti mobil dan sepeda motor, ketimbang angkutan umum.
Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan Kota Depok Anton Tofani mengakui wilayahnya miskin jaringan jalan. Ia menuturkan, perbaikan sektor transportasi publik tidak akan berhasil jika sarana dan prasarananya tidak memadai.
“Sekarang transportasi publiknya kita perbaiki, kan kalo jalannya tidak ditambah sama saja,” kata Anton pada Selasa, 20 Februari.
Miskinnya akses jalan, kata dia, dapat terlihat di Jalan Raya Sawangan. Warga dari lima kecamatan (Bojongsari, Sawangan, Limo, Cinere, dan Pancoran Mas) yang menuju Jalan Margonda, harus melewati Jalan Sawangan.
“Bagaimana tidak menumpuk di sana,” kata Anton.
Sehingga kata Anton, perlu dilakukan perbaikan dan penambahan akses jalan baru kemudian dilakukan perbaikan sarana transportasi publik.
Dari hasil kajian, ujar Anton, pihaknya akan menyelenggarakan angkutan massal yang melayani rute Parung-Terminal Depok, Terminal Jatijajar-Margonda, dan Terminal Depok-Akses UI.
“Tapi kami butuh kerja sama untuk pelaksanaannya, mengingat APBD Kota Depok belum mencukupi untuk itu,” katanya.
Selain itu, ia berencana akan membuat angkutan kawasan, yakni pengganti angkutan kota dan akan beroperasi di masing-masing kawasan yang sudah ditentukan.
“Nantinya angkutan kawasan itu akan menjamah lokasi terpencil yang belum mendapatkan akses angkutan kota, untuk dihubungkan ke angkutan kota, jadi saling terintegrasi,” katanya.
Simak juga: Macet di Jalan Margonda Depok, Begini Kebijakan Pemkot
Terkait dengan angkutan online, Anton mengatakan pihaknya telah meminta kepada Kemkominfo untuk melakukan moratorium terhadap penerimaan sopir angkutan online.
“Karena sistemnya menggunakan sistem jaringan, jadi sebetulnya Kominfo punya kewenangan, kami terus minta agar moratorium, supaya menyesuaikan dengan kapasitas dan moda transportasi publik berbadan hukum di Kota Depok,” katanya.