TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan belum bisa memutuskan nasib Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dia masih mempelajari laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) dari Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya. “Semua yang ditulis akan kami kaji, dari situ kami akan bertindak,” katanya di Balai Kota, Senin, 26 Maret 2018.
Anies kembali meyakinkan bahwa pihaknya telah melakukan kajian sebelum menutup Jalan Jatibaru Raya per 22 Desember 2017. Dia juga siap memberikan kajian tersebut kepada Kepolisian Daerah Metro Jaya, yang kini masih menyelidiki kebijakan penutupan ruas jalan itu. Direktorat Lalu Lintas Polda Metro sebelumnya juga mendesak fungsi Jalan Jatibaru dikembalikan seperti semula, seperti isi laporan Ombudsman.
Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya membeberkan hasil pemeriksaan kebijakan pemerintah DKI tentang penataan kawasan Tanah Abang, kemarin. Pelaksana tugas Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, Dominikus Dalu, mengungkapkan ada empat tindakan maladministrasi dalam penataan pedagang kaki lima di kawasan itu.
Dominikus menuturkan, Gubernur Anies bersama Dinas Koperasi, Usaha Kecil-Menengah, dan Perdagangan dianggap tidak kompeten dalam mengantisipasi dampak penataan pedagang kaki lima di Jalan Jatibaru Raya. Dinas Koperasi seharusnya mengembangkan dan membina pelaku usaha mikro, kecil, serta menengah, termasuk pelapak di Tanah Abang, sesuai dengan aturan. “Penataan pedagang kaki lima di Jalan Jatibaru Raya mengabaikan rasa keadilan,” katanya.
Dominikus menjelaskan, sejak pelapak boleh berjualan di badan Jalan Jatibaru Raya, pedagang di Blok G Tanah Abang mengalami penurunan omzet 50-60 persen. Menurut dia, penutupan ruas jalan itu terkesan dilakukan terburu-buru dan parsial karena pemerintah DKI belum memiliki rencana induk penataan para pelapak yang dianggap menyebabkan keruwetan di kawasan itu.
Dominikus menambahkan, kebijakan penutupan ruas jalan itu juga telah menyalahi prosedur karena tanpa izin dari Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya. Padahal Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Angkutan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan penggunaan jalan selain untuk kepentingan lalu lintas harus mendapat izin kepolisian.
Pelanggaran lainnya, kata Dominikus, ialah penutupan Jalan Jatibaru Raya mengabaikan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI 2030. “Ini merupakan maladministrasi karena mengabaikan kewajiban hukum,” ucapnya.
Selain itu, Dominikus melanjutkan, pemerintah DKI telah mengubah fungsi jalan dengan mengizinkan pelapak menempati badan Jalan Jatibaru Raya. Padahal Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 menegaskan bahwa penggunaan jalan di luar fungsinya hanya boleh untuk kegiatan keagamaan, kenegaraan, olahraga, dan kebudayaan.
Dominikus meminta pemerintah DKI memperbaiki kebijakan itu dengan mengembalikan fungsi Jalan Jatibaru Raya selambat-lambatnya dalam 60 hari. Dia menjelaskan, LAHP merupakan hasil pemeriksaan. Jika tak kunjung ada perbaikan, Ombudsman bisa meningkatkannya menjadi rekomendasi.
“Rekomendasi memiliki kekuatan hukum lebih tinggi dan harus ditaati oleh pemerintah DKI,” katanya.
Kementerian Dalam Negeri akan memanggil Gubernur DKI Anies Baswedan jika tidak melaksanakan rekomendasi dari Ombudsman soal penataan Tanah Abang. Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Sumarsono mengatakan pemanggilan Anies baru akan dilakukan bila Ombudsman melaporkan rekomendasinya tidak dijalankan oleh Gubernur DKI Jakarta.
DIAS PRASONGKO