TEMPO.CO, Jakarta – Dalam dua hari terakhir, Jalan Thamrin ditutup untuk pembuatan film berjudul 22 Menit. Film ini dilatarbelakangi sejumlah serangan teror bom di Jakarta, termasuk serangan bom Sarinah pada 14 Januari 2016. “Kami melakukan riset selama 1,5 tahun untuk membuat film ini,” kata Eugene Panji, sutradara film 22 Menit, di lokasi syuting, Ahad, 15 April 2018.
Menurut Eugene, kepolisian sangat mendukung pembuatan film ini. Bahkan timnya diberi kesempatan mempelajari cara-cara polisi menangani serangan teror. “Kami dilatih ke Labfor (Laboratorium Forensik), bagian penjinak bom, Densus (Detasemen Khusus), sampai senjata yang kami gunakan itu dari polisi," ujarnya.
Untuk merekonstruksi peristiwa, kata Eugene, polisi memperlihatkan rekaman closed circuit television (CCTV) saat serangan teror terjadi. "Kami pelajari CCTV, frame by frame, jadi ini enggak main-main itu," ucapnya.
Indonesia sudah berulang kali mendapat serangan teror bom, dari Bali sampai Jakarta. Namun sejauh ini belum ada satu film pun yang dibuat berdasarkan peristiwa-peristiwa itu. “Kalau tidak difilmkan, anak- anak sekarang enggak akan tahu kejadian-kejadian itu," tutur Eugene.
Selama riset, kata Eugene, timnya sering berhubungan dengan polisi dan para korban. Langkah ini dilakukan untuk mendapat detail peristiwa agar film yang dibuat bisa mendekati kejadian sebenarnya.
Selain di Jalan Thamrin, Eugene menambahkan, timnya juga syuting di sebuah lapangan di daerah Cikeas, Kabupaten Bogor. Di sana, kata dia, telah dibuat replika Starbucks untuk menggambarkan adegan serangan teror bom. "Kan enggak bisa ngebom Starbucks di sini, makanya kami bikin setting di Cikeas untuk diledakkan," katanya.