TEMPO.CO, Jakarta - Muhammad Iqbal Tanjung alias Iqbal, satu saksi kasus Aman Abdurrahman, terdakwa kasus dugaan terorisme bom Sarinah, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta, mengatakan dirinya tak pernah bertemu Aman. Menurut Iqbal, dirinya hanya mengetahui Aman dari salah satu temannya.
"Saya cuma tahu ustad Aman dari teman. Katanya dia pemahaman tauhid dan akidahnya bagus sekali," kata Iqbal ketika memberikan kesaksian di ruang pengadilan utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 20 April 2018.
PN Jakarta Selatan menggelar sidang lanjutan bagi terdakwa kasus dugaan terorisme bom Sarinah, Aman Abdurrahman alias Oman Rochman. Dalam sidang lanjutan kali ini, PN Jakarta Selatan masih mengagendakan pemeriksaan saksi bagi terdakwa.
Dalam sidang ini, jaksa penuntut umum menghadirkan dua orang saksi. Saksi pertama adalah saksi ahli dalam bidang digital forensik dari Kementerian Komunikasi dan Informatika bernama Syofian Kurniawan.
Sedangkan saksi kedua adalah Muhammad Iqbal Tanjung. Ia diketahui merupakan narapidana kasus teror di Bima yang sehari-harinya bekerja sebagai penjual Jamur Crispy. Iqbal bersama tiga orang rekannya melakukan teror melalui penembakan anggota kepolisian di Bima pada 2017.
Dalam persidangan, Iqbal mengatakan, dirinya baru mengetahui wajah Aman setelah melakukan pencarian di internet. Ia berujar, mencari tahu sosok Aman karena penasaran. "Setelah itu, saya tak pernah membaca dan melihat soal ustad Aman lagi," kata Iqbal.
Meski demikian, Iqbal tak menampik bahwa dirinya banyak belajar soal melawan pemerintahan kafir, syirik akbar dan jihad fisabillilah. Menurut dia, syirik akbar adalah sistem di dunia yang tak menggunakan dasar dari hukum Allah SWT adalah sesat dan kafir.
Iqbal mengaku mendapatkan pemahaman demikian setelah mengikuti kajian yang dipimpin oleh Ustad Amir dan Ustad Muhammad. Ia mengikuti kajian usai menjalankan salat subuh berjamaah di masjid Istiqomah dekat rumahnya di daerah Penatoi, Bima.
Aman didakwa pasal berlapis karena diduga beperan sebagai aktor intelektual sejumlah teror bom, termasuk kasus teror bom di Thamrin. Dalam dakwaan utama, ia didakwa dengan Pasal 14 juncto Pasal 6, subsider Pasal 15 juncto Pasal UU nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan ancama pidana penjara hukuman mati atau seumur hidup.
Sedangkan dalam dakwaan sekunder, teroris bom Sarinah, Aman didakwa dengan Pasal 14 juncto Pasal 7, subsider Pasal 15 juncto pasal 7 UU nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan ancaman pidana penjara seumur hidup.