TEMPO.CO, Jakarta - Polisi menyatakan telah menangkap empat orang yang disangka penyebar kabar palsu atau hoax penculikan anak melalui media sosial Facebook. Keempat tersangka disebutkan terdiri dari El Wanda (satpam, 31 tahun), Rahmat Aziz (sopir, 33 tahun), JHHS (sopir, 31 tahun), dan seorang perempuan berinisial DNL (21 tahun).
Baca berita sebelumnya:
Polisi Tangkap 2 dari 5 Tersangka Produsen Hoax Penculikan Anak
Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Komisaris Besar Rickynaldo Chairul, menuturkan para tersangka ditangkap pada Kamis 1 November 2018. Keempatnya ‘dijemput’ di beberapa tempat berbeda yakni Kemang (Jakarta Selatan), Sentiong (Jakarta Pusat), Ciputat (Tangerang Selatan), dan Bekasi (Jawa Barat).
“Dari hasil penyelidikan, keempat orang ini yang pertama kali mengunggah konten ini (penculikan anak) melalui akun Facebook masing-masing,” katanya, Jumat 2 November 2018.
Ricky menerangkan, para tersangka mengunggah gambar, video, dan tulisan dengan konten tentang penculikan anak di Ciseeng, Bogor; Sawangan, Depok; dan Ciputat, Tangerang Selatan. Postingan-postingan tersebut dianggap telah memicu keresahan masyarakat, khususnya para orang tua.
“Padahal postingan ini tidak benar. Ini postingan hoax,” kata Ricky.
Ilustrasi Penyebaran Hoax di Facebook. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration
Baca:
Bareskrim Periksa Mustofa Nahra Soal Dugaan Cuitan Hoax Lion Air
Polisi Ancam Pidanakan Penyebar Hoax Terkait Lion Air Jatuh
Dari hasil penyidikan sementara, motif para tersangka dalam menyebarkan informasi palsu mengenai penculikan anak tersebut semata agar masyarakat lebih waspada. Bahkan mereka disebutkan pada awalnya iseng mengingatkan teman dan kerabat.
“Tetapi mereka tidak memikirkan hasil postingan menyebar luas sehingga para netizen jadi resah," katanya.
Ricky menegaskan tidak satu pun tersangka yang memiliki motif politik dalam penyebaran hoax penculikan anak. Namun itu tak mampu menghindarkan mereka dari jerat hukum.
Baca:
Viral Penculikan Anak di Sekolah Dasar Depok, Polisi: Hoax Lagi
Keempatnya dijerat dengan Pasal 51 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 15 UU No. 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman hukuman paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12 miliar.