TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai kasus Sisca Dewi versus Inspektur Jenderal Bambang Sunarwibowo tak seharusnya berakhir di meja hijau. Kasus tersebut juga dapat membuat nama kedua pihak tercoreng.
Baca: Saksi Sisca Dewi Diancam Intel, IPW: Sebaiknya Mengadu
Neta mengatakan polisi, khususnya para jenderal, kudu lebih hati-hati dalam bersikap. “Kasus ini bisa mempermalukan kepolisian,” ucapnya kepada Tempo melalui pesan pendek pada Kamis malam, 6 Desember 2018.
IPW menyayangkan kasus ini terseret sampai pengadilan. Seharusnya, ujar dia, cukup berakhir di perbincangan keluarga. Perkara tersebut dapat kelar dengan musyawarah.
Adapun kasus yang kadung terbuka untuk publik, selain dapat memunculkan stigma, juga memancing Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertindak.
Rumah Sisca Dewi di Jalan Lamandau III, Kebayoran Baru, 29 November 2018. Tempo/Imam Hamdi
Menurut Neta, KPK seharusnya menyelidiki uang hasil pembelian rumah mewah yang diduga diberikan Bambang kepada Sisca sebagai mahar nikah siri mereka.
Ada dua rumah yang diduga diberikan Bambang kepada Sisca Dewi, yaitu rumah mewah empat lantai dilengkapi lift di Jalan Lamandu, Kebayoran Baru, dan rumah putih di Jalan Pinguin, Bintaro. Dua rumah itu ditaksir bernilai Rp 25 miliar.
“KPK bisa berpikir liar untuk membongkar pemberian rumah itu,”ucapnya.
Baca: IPW Beberkan Kemewahan Rumah Sisca Dewi, Dilengkapi Lift
Kasus perseteruan Sisca Dewi dan Bambang berujung ke meja hijau lantaran biduan dangdut itu membongkar status Bambang sebagai suami sirinya. Menurut Sisca, mereka telah nikah siri disaksikan keluarga dan para saksi pada 17 Mei 2017 di Ancol, Jakarta Utara.