TEMPO.CO, Bogor - Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto harus banyak belajar dari daerah lain dalam membenahi sektor transportasi publik. Sebab, program yang dijalankan saat ini belum mumpuni sehingga belum bisa menyelesaikan masalah.
Baca: Program Konversi Angkot di Bogor Jalan Terus Meski Ada Penolakan
“Wali Kota harus lebih gesit mengejar ketertinggalan dan harus banyak belajar dari daerah lain,” kata Djoko, Senin 7 Januari 2019.
Dalam pembenahan transportasi di Kota Bogor, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan antara lain rerouting dan konversi angkot modern. Namun Djoko menilai tak satu pun dari program itu yang berjalan dengan baik. “Kan kelihatan sekali, pemerintah kota belum mumpuni, tapi program tetap digulirkan,” katanya.
Djoko menyoroti keberadaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pada sektor transportasi. Namun langkah ini ternyata belum bisa mengatasi masalah. “Di Semarang angkutan masih berbentuk UPT (Unit Pelaksan Teknis),” katanya. “Namun bisa dilihat hasilnya sektor transportasi di sana bisa lebih baik.”
Djoko mengatakan, seharusnya pemerintah Kota Bogor tidak terburu-buru membuat BUMD di sektor transportasi jika belum memiliki formula yang tepat. “Pembenahan transportasi ini bukan hanya pembangunan infrastruktur, tapi secara keseluruhan, termasuk armada dan nasib pengemudi,” kata Djoko.
Terkait pembenahan transportasi di Kota Bogor, saat ini sebanyak 13 shelter TransPakuan terbengkalai. Shelter tersebut dibangun di sepanjang Jalan Raya Tajur. “Ini bisa jadi temuan kerugian negara, kan tidak terpakai,” kata Djoko.
Djoko mencontohkan, salah satu yang menghambat konversi angkot di Kota Bogor karena adanya penolakan dari para sopir angkutan. “Pengemudi ini kan kaget jika biasanya dapat penghasilan perhari namun jika dikelola oleh pemerintah menjadi penghasilan perbulan, tidak semua suka mendapat penghasilan perbulan loh,” kata Djoko.
Baca: Pengoperasian Angkot Modern di Kota Bogor Molor
Untuk itu, Djoko menyarankan, Wali Kota Bogor agar belajar dahulu mengelola transportasi publik dengan daerah lain, sebelum mencanangkan program.