TEMPO.CO, Jakarta – Langkah Gubernur Anies Baswedan mendemosi sejumlah pejabat di lingkungan pemerintahan DKI Jakarta dinilai telah melanggar aturan. Penilaian itu disampaikan Wakil Ketua Komisi A Bidang Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta William Yani.
Baca: Anies Sebut Ada SP 1-3 Sebelum Demosi, Apa Versi Anak Buah?
"Saya tetap berpendapat ada aturan yang dilanggar terhadap aturan dari kepala BKN (Badan Kepegawaian Negara) bahwa seseorang sebelum dilantik itu mesti diberitahu jabatannya apa secara detail," kata William di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Rabu, 6 Maret 2019.
Aturan yang dilanggar, kata William, yakni Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pelantikan dan Pengambilan Sumpah/Janji Jabatan Administrator, Jabatan Pengawas, Jabatan Fungsional, dan Jabatan Pimpinan Tinggi.
Menurut dia, dalam undangan pelantikan seharusnya tercantum jabatan baru seseorang. Ini khususnya berlaku bagi lurah dan camat yang mengalami penurunan jabatan alias demosi.
Dari laporan yang diterima William, pemerintah daerah hanya menuliskan si pejabat duduk sebagai administrator dalam surat undangan pelantikan. "Kalau disebut administrator menurut saya ada kesalahan administrasi," ujar dia.
Masalah kedua, William menganggap, pemerintah tak transparan dalam mendemosi lurah dan camat. Pemerintah tidak menjabarkan alasan pencopotan itu. Padahal, kata dia, pejabat seharusnya berhak menanyakan alasan demosi. "Kita bisa bicara ini karena ada pengaduan tapi kan mereka tidak mau terbuka. Mereka minta namanya dilindungi," ucap dia.
Baca: Demosi Pejabat DKI, Ketua DPRD Bandingkan dengan Jabatan Anies
Anies Baswedan merotasi 1.125 pejabat di DKI pada 25 Februari 2019. Pejabat yang dirotasi itu mulai dari eselon II, III dan IV atau di jabatan lurah, camat, wakil wali kota, hingga kepala dinas. Anies mengatakan rotasi tersebut sebagai bagian dari penyegaran di instansi. Beberapa pejabat mengalami demosi.