TEMPO.CO, Tangerang - Perwakilan keluarga dan warga Dadap, Sujai menduga penangkapan Ketua Forum Masyarakat Nelayan Dadap Waisul Qurni terkait dengan aksi protes pembangunan jembatan reklamasi oleh sejumlah warga kampung itu pada Juli 2018.
"Karena setelah kegiatan itu lah Waisul dan satu warga kami Lisnawati mendapat surat panggilan dari Polda Metro Jaya dan tidak ada aksi apa-apa lagi setelah itu," kata Sujai kepada Tempo, Kamis 7, Maret 2018.
Baca: Pengacara: Ketua Forum Masyarakat Nelayan Dadap Dijemput Paksa
Sujai mengatakan sekitar pertengahan Juli 2018, sejumlah warga yang dipimpin oleh Waisul Qurni menggelar pertemuan dan diskusi dengan warga di Kampung Dadap. "Kami memang datang ke kantor pengembang di Muara Dadap, tujuannya untuk meminta kejelasan proyek yang sedang berjalan," kata dia.
Usai kegiatan itu, Waisul memberikan pernyataan ke sejumlah media yang datang meliput. "Isinya hanya menyampaikan kesulitan nelayan Dadap dampak dari aktivitas pembangunan di Muara Dadap," kata Sujai. Ia juga ikut dalam kegiatan tersebut.
Beberapa hari setelah aksi itu, kata Sujai, Waisul dan Lisnawati mendapat surat panggilan sebagai saksi dari Polda Metro Jaya. Lisnawati yang juga aktivis nelayan Dadap juga kaget dengan adanya panggilan itu.
"Kaget waktu itu saya dilayangkan surat sebagai saksi. Saya datang karena saya warga negara yang baik. Tapi saksi untuk apa? Bingung saya. Sama dengan Waisul," kata Lisnawati.
Perahu nelayan melintasi lokasi pembangunan Jembatan Penghubung Dadap-Pulau Reklamasi yang persis berada di Muara Dadap, Kosambi, Kabupaten Tangerang, Kamis 7 Maret 2019. TEMPO/JONIANSYAH HARDJONO
Sejak Agustus-November 2018, Waisul dan Lisnawati memenuhi beberapa kali panggilan dan pemeriksaan dari Polda Metro Jaya. Hingga bulan Desember 2018, kata Sujai, Waisul dan Lisnawati mendapat surat panggilan dari Polda Metro Jaya dengan status tersangka. "Mereka dipanggil untuk pemeriksaan sebagai tersangka," ujarnya.
Karena tidak terima atas penetapan status tersangka itu, Waisul dan Lisnawati mengajukan permohonan praperadilan. Tapi upaya hukum ini kandas karena akhir Februari 2019, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan itu. "Kasus berlanjut," kata Sujai.
Selanjutnya, Waisul kembali mendapatkan surat panggilan. Namun karena kesibukan Waisul yang sedang bekerja melakukan sensus, mereka meminta pemanggilan dijadwalkan ulang.
Baca: Ketua Forum Nelayan Dadap Ditangkap, Warga ke Polda Metro Jaya
Polisi akhirnya melakukan penjemputan paksa Waisul di rumahnya pada Rabu malam, 6 Maret 2019. Penasihat hukum Waisul Qurni, Marten Siwabesi menuturkan jemput paksa terhadap kliennya dilakukan lantaran Waisul tidak memenuhi surat panggilan Polda Metro Jaya karena berhalangan.
Berdasarkan salinan surat penangkapan dari Polda Metro Jaya yang diberikan kepada keluarga terungkap bahwa Waisul dibawa ke Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan karena diduga keras melakukan tindak pidana pencemaran nama baik dan ujaran kebencian melalui media elektronik terhadap PT Kapuk Naga Indah (KNI).
Surat yang ditandatangani oleh Wakil Direktur Dirkrimsus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Moh Irhamni itu menyebut Waisul dituduh melanggar pasal 27, pasal 28 dan pasal 36 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Polisi juga menjerat Waisul dengan pasal 14 dan pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan pasal 310 dan pasal 311 KUHP.
Sampai Kamis malam, 7 Maret 2019, Waisul masih menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya. Tempo belum mendapat respons dari pengacara maupun Polda Metro Jaya soal pemeriksaan terhadap Ketua Forum Masyarakat Nelayan Dadap itu.