TEMPO.CO, Jakarta - Jakarta dinyatakan sebagai kota dengan tingkat polusi udara terburuk di dunia versi penyedia peta polusi udara AirVisual, namun Pemerintah DKI Jakarta hanya memiliki delapan unit alat pemantau udara.
Baca juga: Polusi Udara Digugat, Anies Tambah Alat Pengukur Kualitas Udara
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih mengakui untuk memantau kualitas udara di seluruh Jakarta membutuhkan 13-25 alat, tergantung pendekatan risetnya.
"Ada dua pendekatan riset. Yang pertama per 1 juta penduduk untuk satu alat. DKI kan ada 13 juta penduduk, jadi (butuh) 13 alat," ujar Andono saat dihubungi Tempo, Sabtu, 6 Juli 2019.
Untuk pendekatan kedua, Andono menjelaskan, tergantung luas wilayah. Ia mengatakan dengan luas 650 kilometer persegi, DKI membutuhkan sekitar 25 alat pemantau udara dengan total biaya sebesar Rp 125 miliar. "Satu alat harganya sekitar Rp 5 miliar," ujar dia.
Andono menjelaskan selama ini DKI memaksimalkan delapan alat pemantau udara. Kedelapan alat itu terbagi menjadi dua jenis, yakni lima alat pemantau tetap atau permanen dan tiga alat pemantau mobile.
Kelima alat itu ditempatkan oleh Dinas LH di kawasan Kota, Bundaran HI, Jagakarsa, Lubang Buaya, dan Kebon Jeruk. Sedangkan tiga alat pemantau mobile posisinya saat ini berubah-ubah. “Pernah di car free day, di Sudirman, itu pindah-pindah, lah," ujar Andono.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berjanji akan menambah alat tersebut. Penambahan itu bertujuan agar pihaknya memiliki data yang lebih lengkap soal kualitas udara Jakarta.
"Hari ini kalau kami ditanya balik yang bilang kualitas udara buruk, maka kami hanya bisa menentukan paling 10- 5 titik maksimal di Jakarta," ujar Anies.
Anies mencontohkan, selama ini data yang sering digunakan untuk melihat kualitas udara Jakarta berasal dari alat pemantau milik AirVisual yang berada di Kedutaan Besar Amerika, Gambir, Jakarta Pusat. Sehingga, menurut Anies, data yang ditunjukkan oleh AirVisual hanya di sekitar Gambir saja.
"Jadi salah satu langkah yang akan kami kerjakan adalah memiliki alat ukur kualiatas udara lebih banyak, sehingga bisa menjangkau lebih luas di Jakarta," ujar Anies.
Pada pekan lalu, situs penyedia peta polusi udara AirVisual mencatat bahwa DKI Jakarta merupakan kota dengan tingkat polusi udara terburuk di dunia. Laman AirVisual menyebutkan bahwa Air Quality Index-nya (AQI) memiliki nilai 208 per Rabu pagi, 26 Juni 2019 pukul 08.33 yang artinya udara di Jakarta sangat tidak sehat.
Baca juga: Polusi Udara Membekap Jakarta, Anies Baswedan Gunakan 5 Jurus
Setelah Jakarta, ada lima besar kota dengan tingkat polusi udara tertinggi dunia, yakni Lahore di Pakistan, Hanoi di Vietnam, Dubai di Uni Emirat Arab, serta Wuhan di China.