TEMPO.CO, Jakarta - Calon legislatif (caleg) DPRD DKI Nomor Urut 1 dari Partai Demokrat, Sulkarnain kecewa dengan putusan hakim dalam perkara penghilangan suara pemilu 2019. Sulkarnain mengatakan bakal melakukan upaya hukum lain untuk membuktikan dugaan penghilangan suara oleh anggota panitia pemilihan kecamatan atau PPK Koja dan Cilincing.
"Kalau saya ada upaya hukum, saya lakukan upaya hukum karena C1 kita itu valid dari TPS (tempat pemungutan suara)," kata Sulkarnain usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Rabu, 24 Juli 2019.
Sulkarnain tak terima dengan argumentasi hakim ihwal catatan hasil penghitungan suara alias formulir C1 yang dijadikan sebagai barang bukti pelapor. Menurut hakim, formulir C1 yang valid harus memiliki hologram. Hologram itulah yang menjadi indikator hakim bahwa formulir C1 benar-benar sah dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Namun, formulir C1 Sulkarnain tidak berhologram. Sulkarnain yang juga menjabat Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Demokrat Jakarta Utara ini menyampaikan, dirinya memperoleh salinan formulir C1 dari saksi partai. "Memang (formulir) hologram itu hanya satu. Yang lain salinan," kata dia.
Pada Rabu, 24 Juli 2019, hakim memvonis 10 PPK Koja dan Cilincing tak bersalah. Pertimbangan hakim adalah PPK memegang formulir C1 berhologram yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Sementara itu, banyak formulir C1 lain yang beredar namun dipertanyakan validitasnya.
Perkara pemilu ini bermula dari laporan Sulkarnain dan Caleg DPRD DKI nomor urut 5 Partai Gerindra M. Iqbal Maulana melaporkan dugaan kecurangan pemilu berupa penghilangan suara oleh PPK Koja dan Cilincing. Menurut Sulkarnain, suara yang seharusnya dia miliki justru berpindah ke caleg DPRD DKI nomor urut 2, Neneng Hasanah. Keduanya sama-sama mencalonkan diri dari daerah pemilihan (dapil) dua kota Kepulauan Seribu dan Jakarta Utara A.