TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Solidaritas Indonesia (DPW PSI) Jakarta Michael Victor Sianipar menyebut kinerja anggota Dewan Pimpinan Rakyat Daerah (DPRD) DKI periode 2014-2019 tak memuaskan. Ia mencontohkan dengan sedikitnya Peraturan Daerah (Perda) yang disahkan oleh mereka.
Michael menyebut, sepanjang tahun 2015-2018, dari target 91 Perda yang diagendakan untuk dibahas di Program Legislasi Daerah (Prolegda) hanya 32 persen atau 29 peraturan yang dapat disahkan.
“Itu pun Perda rutin seperti Perda APBD, turunan Undang-Undang, atau penyertaan modal BUMD,” ujar Michael di kantor Dewan Pimpinan Pusat PSI, Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada Kamis, 8 Agustus 2019.
Adapun perda yang sifatnya substansial, kata Michael, sangat sedikit yang disahkan, contohnya pelestarian kebudayaan betawi, kepemudaan, dan penyelenggaraan perpustakaan.
“Setidaknya hanya lima perda bersifat substansi yang disahkan dalam empat tahun terakhir,” kata Michael.
Ia pun mempertanyakan mengapa di dua pekan terakhir masa jabatannya, anggota DPRD DKI justru membahas tiga kebijakan strategis, yaitu Kebijakan Umum Perubahan Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUPA-PPAS) Perubahan 2019, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan 2019, serta Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020.
Menurut Michael, PSI Jakarta memandang langkah itu seperti tergesa-gesa dan dikhawatirkan tak menghasilkan keputusan yang sesuai dengan kebutuhan warga Jakarta. “Kami heran kenapa sekarang DPRD tiba-tiba rajin membahas anggaran di akhir masa jabatan. Bahkan mengebut tiga sekaligus,” tutur dia.
Dalam kesempatan yang sama, Calon legislatif Daerah Pemilihan 1 Jakarta Pusat dari PSI, Idris Ahmad, menyebut pembahasan tiga agenda besar anggaran Ibu Kota itu perlu diawasi bersama. Ia pun mendorong agar pembahasan yang rencananya akan dimulai pada 12 Agustus 2019 itu dilakukan secara transparan dan tidak tergesa-gesa.
Idris mengatakan hingga saat ini Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) yang seharusnya menjadi dasst pembahasan KUA-PPAS tahun 2020 belum dipublikasikan secara resmi di situs apbd.jakarta.go.id. Ia khawatir terkait kualitas pembahasan yang terlalu dikejar waktu sehingga akan berdampak pada lemahnya penyerapan anggaran.
Ia pun mewanti-wanti agar kasus korupsi pengadaan UPS di Jakarta pada 2015 lalu tak terulang. “Kalau kita ingat, kasus UPS muncul di APBD Perubahan 2014 saat pergantian masa jabatan anggota DPRD. Jangan sampai ini terulang lagi,” ucap Idris.
DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 akan habis masa jabatannya pada 25 Agustus 2019 mendatang. Mereka akan digantikan oleh 106 anggota DPRD DKI Jakarta periode 2019-2024.