TEMPO.CO, Jakarta -Dugaan adanya transaksi narkoba dibalik peristiwa tawuran antarwarga di atas rel kereta api Stasiun Manggarai, disingkat tawuran Manggarai, pada Rabu, 4 September menjadi kenyataan.
Hal itu pasca anggota Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Selatan menangkap seorang kurir sabu berinisial AR di sekitar lokasi tawuran Manggarai tersebut. Dugaan modus baru transaksi narkoba itu sebelumnya sempat dibantah oleh Badan Narkotika Nasional (BNN).
Psikolog dan ahli forensik Reza Indragiri merupakan orang pertama yang mengungkapkan dugaan itu kepada publik. Ia mengaku mendapat informasi dari sejumlah tokoh masyarakat Manggarai.
"Tawuran di wilayah itu kerap dirancang sebagai pengalih perhatian menjelang masuknya narkoba dalam jumlah besar ke sana," ujar Reza kepada Tempo, Jumat, 20 September 2019.
Indra mengatakan, tawuran di Manggarai sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Jika benar ada transaksi narkoba dibalik setiap tawuran tersebut, Indra menilai cara yang dilakukan oleh para pengedar untuk pengalihan perhatian warga dan aparat keamanan itu dapat dikategorikan efektif.
"Pengulangan adalah bukti bahwa pelaku memperoleh manfaat dari apa yang mereka lakukan," ujar Indra.
Indra berujar, transaksi narkoba dibalik tawuran warga adalah contoh kejahatan dengan motif instrumental. Motif ini disebut berbeda dengan motif perasaan negatif. Menurut dia, motif instrumental merupakan kejahatan untuk mendapatkan manfaat tertentu yang tidak ada sangkut pautnya dengan perasaan negatif.
"Salah satu manifestasi dari motif instrumental tersebut adalah kejahatan atau pelanggaran hukum yang dilakukan untuk menutupi kejahatan atau pelanggaran hukum lain," ujar Indra.
Indra pun menilai tawuran turun-temurun di kawasan Manggarai - Pasar Rumput sebagai merupakan bukti konkret bermain-mainnya motif instrumental tersebut.
Pekerja Sosial Manggarai, Sunarto membenarkan adanya indikasi transaksi narkoba dalam setiap tawuran di Manggarai. Faktor lain yang memicu tawuran menurut dia adalah perebutan lahan dan kebencian antara warga yang sudah tertanam selama bertahun-tahun.
"Sudah musuh bebuyutan," kata Sunarto.