TEMPO.CO, Jakarta - Polda Metro Jaya telah membeberkan kronologis rencana terorisme untuk menggagalkan pelantikan presiden yang melibatkan dosen IPB, kini nonaktif, Abdul Basith. Tapi ada perbedaan antara kronologis yang disampaikan itu dengan penuturan yang pernah disampaikan sang dosen kepada Tempo secara langsung.
Polisi dalam keterangan yang disampaikan Jumat 18 Oktober 2019 di antaranya menyebutkan kalau Basith ikut merakit bom molotov pada 23 September. Sebanyak tujuh bom jenis itu lalu dihasilkan dan digunakan saat demonstrasi ribuan mahasiswa di DPR berujung rusuh pada 24 September.
Abdul Basith juga disebut saat para tersangka kembali melakukan permufakatan serupa untuk demonstrasi tanggal 28 September. Namun, kali ini bahan yang digunakan untuk berbuat chaos adalah bom ikan. Mereka berencana melakukan peledakan di 9 titik perekonomian dan retail yang ada di Jakarta
Salah seorang tersangka lalu menghubungi seorang pembuat bom yang tinggal di Papua berinisial LAU. Mereka menyiapkan seluruh bahan pembuat bom dan tiket pesawat untuk LAU sampai ke Jakarta. LAU tiba di Jakarta pada 26 September dan langsung menuju rumah Abdul Basith.
Para tersangka lalu berkumpul lagi pada tanggal 27 September untuk mematangkan rencana pengeboman esok harinya di acara Aksi Mujahid 212. Namun rencana mereka terendus pihak kepolisian dan dilakukan penangkapan pada hari itu. Dalam kasus ini, polisi menetapkan 24 orang sebagai tersangka.
Tersangka Abdul Basith dihadirkan atas kepemilikan bom molotov saat rilis kasus di Polda Metro Jaya, Jakarta, 18 Oktober 2019. Abdul Basith merupakan dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Fakultas Ekonomi dan Managemen telah mengundurkan diri sebagai Dosen. TEMPO/Genta Shadra Ayubi
Kepada Tempo, Basith merasa dirinya dikorbankan. Dia mengaku tak tahu-menahu soal rencana pembuatan bom ikan dan meledakkannya di sejumlah pusat bisnis di Jakarta. Kepada Tempo, dia hanya mengungkap soal bom molotov dan memberi tumpangan kepada seorang yang didatangkan untuk merakit bom itu.
"Kalau ada andil saya, itu cuma memberikan bensin tiga liter dan (tumpangan) tempat tinggal," ucapnya saat ditemui di Polda Metro Jaya pada 2 Oktober 2019.
Abdul Basith mengungkapkan kalau rencana awal 'membuat letusan dan ledakan' dibahas dalam sebuah rapat di rumah mantan Danjen Kopassus Soenarko di Ciputat, Tangerang Selatan, pada 20 September 2019. Kronologis ini juga ada dalam keterangan polisi di mana pemilik rumah hanya disebut dengan inisial SN.
Kepada Majalah Tempo, Soenarko telah membantah pernyataan Abdul Basith itu--belakangan juga ada dalam kronologis versi polisi--dengan menyatakan pertemuan silaturahmi biasa dengan tetamu. "Ini biasa dilakukan kepada setiap tamu yang datang ke tempat saya," ujar Soenarko.