TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan spanduk Greenpeace Indonesia di dua patung ikonik ibu kota sebagai suatu kritikan untuk semua orang.
"Itu pesan bagi seluruh dunia. Saya rasa Greenpeace di mana-mana kalau pasang pesan kan selalu di tempat yang terlihat publik," kata Anies di Balai Kota DKI, Rabu, 23 Oktober 2019.
Hari ini warga ibu kota dikejutkan dengan aksi relawan Greenpeace Indonesia yang membentangkan spanduk bertuliskan #DemokrasiDikorupsi dan pesan lingkungan di Patung Dirgantara, Pancoran dan Patung Selamat Datang, Bundaran Hotel Indonesia.
Anies telah mengerahkan petugas sejak tadi pagi untuk memastikan keselamatan dan keamanan aktivis yang memanjat dua patung tersebut. "Tadi sudah diperintahkan kapan ini akan selesai dan itu bisa diturunkan semuanya," ujarnya. "Itu pesan kepada seluruh dunia. bukan hanya pada Jakarta, bukan pada Indonesia tapi pesan kepada kemanusiaan."
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Arie Rompas menjelaskan dua pesan utama tersebut menyerukan kegentingan untuk meninggalkan energi kotor seperti batu bara dan melakukan penyelamatan hutan. Menurut Greenpeace dua sektor utama yaitu energi dan hutan harus menjadi perhatian khusus bagi Jokowi dan kabinet barunya, jika ingin benar-benar mengatasi dan memukul mundur krisis iklim.
"Indonesia sebagai negara kepulauan sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim," kata Arie melalui keterangan tertulisnya.
Ia menjelaskan kenaikan muka air laut, kekeringan ekstrem, banjir bandang, gagal panen, badai tropis, hingga polusi udara adalah hal-hal yang akan menjadi kondisi normal baru di Indonesia, jika perubahan iklim tidak diatasi dengan serius.Angka deforestasi berdasarkan data pemerintah tahun 2014-2018 mencapai 3 juta hektar, dengan laju deforestasi mencapai 600 ribu ha per tahun.
Sementara energi fosil khususnya batu bara masih mendominasi bauran energi nasional yaitu sebesar 58 persen,sehingga menghambat laju peralihan menuju energi terbarukan. Deforestasi dan penggunaan bahan bakar fosil secara masif merupakan penyebab emisi gas rumah kaca terbesar di Indonesia.
Analisis Greenpeace Indonesia menggunakan data resmi pemerintah yakni data bekas kebakaran menunjukkan bahwa lebih dari 3,4 juta hektar lahan terbakar antara 2015 dan 2018. Konsesi perusahaan dengan total areal terbakar terbesar yang didominasi oleh perkebunan sawit dan bubur kertas, belum diberikan sanksi perdata maupun sanksi administrasi secara konkret.
Lewat spanduk Greenpeace itu, LSM tersebut mengingatkan bahwa Indonesia ikut meratifikasi Kesepakatan Paris dan berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon sebesar 29 persen, atau 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030. “Tahun 2015, Presiden Jokowi berjanji menuntaskan kebakaran hutan dan lahan dalam kurun waktu tiga tahun. Ini sudah memasuki periode kedua, namun kebakaran hutan tahunan masih gagal dihentikan,” ucapnya.