TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kepemilikan senjata api ilegal dalam kerusuhan 22 Mei lalu, Kivlan Zen, menuding dendam eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM Wiranto melatari perkara yang harus dijalaninya saat ini. Kivlan mengaku telah membuka peran Wiranto dalam pembentukan Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa atau PAM Swakarsa 1998.
"Dia mungkin dendam karena saya buka peran dia saat menjadi Panglima PAM Swakarsa," kata Kivlan saat menunggu sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 18 Desember 2019.
PAM Swakarsa merupakan kelompok yang membantu TNI guna menyukseskan Sidang Istimewa MPR pada November 1998. Kivlan menggugat Wiranto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menuntut penggantian dana pribadi sebesar Rp 8 miliar sehubungan dengan pembentukan pasukan milisi itu.
Karena dendam ini, Kivlan mencurigai Wiranto merekayasa seluruh informasi soal pembelian senjata api ilegal yang menyeret Kivlan. Menurut dia, Wiranto--kini Ketua Dewan Pertimbangan Presiden--telah bekerja sama dengan polisi. Rekayasa yang dimaksud Kivlan adalah konferensi pers polisi di kantor Kemenkopolhukam pada Juni 2019. "Pokoknya saya tidak bersalah. Semua rekayasa polisi dan Wiranto," ucap mantan Kepala Staf Kostrad itu.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Kivlan Zen atas kepemilikan senjata api ilegal. Dia didakwa melanggar Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 atau juncto 56 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Persidangan Kivlan Zen sempat terhenti lebih dari satu bulan lantaran menunggunya selesai berobat di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat. Selama pengobatan itu, majelis hakim memutuskan Kivlan dibantarkan. Kini status pembantaran dicabut dan Kivlan menjadi tahanan rumah.