TEMPO.CO, Bogor - Jamaludin, 69 tahun, warga dusun Ranca nangka, Cileksa, Sukajaya, Kabupaten Bogor, masih tak percaya kampungnya hilang ditelan longsor awal tahun ini. Jamal menyebut ini bukan sekedar bencana, tapi ulah manusia yang tak bisa menjaga alam di sekitarnya.
Pria yang mengaku telah menjadi ketua rukun warga atau RW di dusun Ranca Nangka hingga puluhan tahun itu mengatakan hampir seluruh rumah di kampungnya rata dengan tanah.
"Sejak jaman pak Harto saya jadi RW, baru kali ini ada bencana kayak gini. Saya masih sangsi adanya," ucap Jamal di pengungsian Cipugur, Sukajaya, Rabu 15 Januari 2020.
Jamal mengatakan dengan kejadian longsor ini, semua manusia bisa mengambil hikmahnya. Dia pun bercerita bahwa sejak dimulainya para penambang emas, galena dan lain sebagainya, yang menyemut di wilayah barat kondisi hutan perlahan memang berubah.
Profesi warga kampungnya pun ikut berubah. Sebelum ada tukang gali emas, warganya mayoritas adalah petani dan peternak. "Eh sekarang, mungkin pengen pada kaya malah merusak alam. Baliknya kan ke semua, kena bencana bukan hanya mereka," ucap Jamal.
Selain marak penggalian emas, Jamal mengatakan hutan pun mulai digunduli. Bahkan beberapa satwa liar seperti macan, babi hutan, monyet dan juga burung kini sudah tidak pernah terlihat atau terdengar lagi. Padahal tahun 70-an saat dirinya masih remaja, Jamal sering berburu di hutan belakang rumahnya. "Dulu hewannya banyak, sekarang mah gak tau gak pernah liat lagi. Abis kali," ucap Jamal.
Warga lainnya Aliyudin 54 tahun, mengatakan bencana longsor Sukajaya yang meratakan kampungnya itu adalah bencana terbesar yang pernah ada. Bahkan warga kampung di sekitarnya trauma dan ikut mengungsi karena khawatir ikut terkena bencana seperti di Dusun Ranca Nangka. "Kayak Cisusuh, rumah kena longsornya sedikit tapi warganya pada ngungsi karena mereka takut bencana yang menimpa kami, menimpa juga ke mereka," kata Ali.
M.A MURTADHO