TEMPO.CO, Jakarta - Para pedagang bawang putih di Pasar Palmerah, Jakarta Barat menyatakan enggan menyimpan atau menyetok terlalu banyak imbas kenaikan harga. Salah satu pedagang, Harsini, menyebut hanya membeli bawang putih secukupnya dan dijual per hari usai melonjaknya harga.
Perempuan berusia 43 tahun ini hanya menyimpan bawang putih sebanyak 20 kilogram per hari. "Kalau harganya normal, Rp 16.000-Rp 20.000 (per kilogram), gudangku penuh," ujar Harsini di Jakarta, Jumat, 7 Februari 2020.
Harsini menjelaskan tidak stabilnya harga bawang putih menjadi penyebab dirinya enggan menyetok terlalu banyak. Menurut dia, kalau menyimpan terlalu banyak akan mengalami kerugian. Ia memprediksi kenaikan harga bawang putih tidak akan berlangsung lama.
Dari pengamatan Harsini, kenaikan harga bawang putih sudah berlangsung selama sepekan. Saat ini, modal untuk membeli bawang putih yang ia keluarkan mencapai Rp 50.000 per kilogram. Dengan modal itu, bawang putih dibanderol seharga Rp 65.000 per kilogram.
Harsini pun menyarankan kepada para pelanggan, mayoritas pemilik warung makan, agar mengurangi penggunaan bawang putih dalam masakannya. "Pakainya dikurangi saja. Gak usah banyak-banyak," ujarnya.
Sementara pedagang lainnya, Yuli, mengatakan bawang putih halus menjadi pilihan lain bagi pelanggan yang tetap ingin membeli. Menurut dia, harganya relatif murah karena dicampur dengan air dan garam. "Yang (bawang putih) halus setengah harga (dari bawang putih utuh)," ujarnya.
Yuli yang menjual bawang putih utuh dan halus mengatakan harga bawang putih halus sekitar Rp 30.000 per kilogram. Harga itu naik karena biasanya dijual Rp 20.000 per kilogram. Dari pantauan Tempo, harga bawang putih di Pasar Palmerah ada di kisaran Rp 50.000-Rp 65.000.
Kenaikan harga bawang putih di pasar merupakan imbas dari pasokan yang menipis. Kelangkaan bawang putih ini merupakan imbas dari ditutupnya keran impor dari Cina ke Indonesia. Penutupan dilakukan sebagai bentuk pencegahan penyebaran virus Corona.
KIKI ASTARI | ADITYA BUDIMAN