TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Mohamad Taufik, menyampaikan ada sanksi bagi calon wakil gubernur atau Cawagub DKI yang mundur setelah ditetapkan sebagai peserta pemilihan.
Taufik menyatakan sanksi tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang.
"Iya ada itu sanksinya kalau mengundurkan diri," kata Taufik saat dihubungi, Kamis, 20 Februari 2020.
Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD mengatur adanya sanksi hukum bagi Cawagub DKI yang mengundurkan diri. Tata tertib dewan ini sekaligus menjadi tatib pemilihan Wagub. Dalam Pasal 55 ayat 4 tertulis, sanksi itu diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sanksi tersebut tertuang dalam Pasal 191 UU 8/2015. Isinya bahwa calon gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota yang sengaja mengundurkan diri setelah penetapan sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara terancam dipidana penjara dan denda.
"Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama 60 bulan dan denda paling sedikit Rp 25 miliar dan paling banyak
Rp 50 miliar," demikian bunyinya.
Pasal yang mengatur soal pemilihan Wagub tertuang dalam Bab IV pasal 42-72. Tatib pemilihan Wagub itu mengatur soal tugas panitia pemilihan (panlih), tahap wawancara dan penetapan calon, tata cara dan perlengkapan pemungutan suara, hingga tahap pengesahan dan pelantikan wagub. Dewan mengesahkan tatib itu dalam rapat paripurna alias rapur pada 19 Februari 2020.
Dua calon yang akan memperebutkan kursi DKI 2 ialah Ahmad Riza Patria dari Gerindra dan Nurmansjah Lubis, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Mereka menggantikan dua calon sebelumnya, yaitu Agung Yulianto dan Ahmad Syaikhu. Agung dan Syaikhu sama-sama kader PKS.
LANI DIANA