TEMPO.CO, Jakarta - Kantor Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan atau LBH APIK digeledah oleh polisi dan sekelompok orang yang mengaku dari Komunitas Muslim Maluku pada Senin, 3 Februari 2020. Penggeledahan dilatarbelakangi oleh penanganan pendampingan hukum yang dilakukan LBH APIK terhadap kliennya berinisial DW atas rujukan dari Komnas Perempuan.
"Telah terjadi penggerebekan, intimidasi dan penggeledahan paksa segerombolan orang berjumlah lebih dari 16 orang yang mengatasnamakan Komunitas Islam Maluku dan tindakan maladministratif serta pembiaran oleh anggota Polsek Matraman," ujar penasehat hukum LBH APIK, Oky Wiratama Siagian saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 22 Februari 2020.
Oky menjelaskan kronologi kasus tersebut. Pada Selasa, 24 Januari 2020, LBH APIK mendapatkan surat rujukan konsultasi hukum untuk kasus kekerasan terhadap anak perempuan dari Komnas Perempuan yakni DW. Korban berumur 21 tahun itu kemudian mendatangi kantor LBH APIK pada Kamis, 30 Januari 2020.
"Dalam konsultasi tersebut, DW mengaku sudah satu minggu lari atau meninggalkan rumah tinggal orang tuanya karena mendapatkan kekerasan. Orang tuanya juga tidak menyetujui hubungan DW dengan BD karena perbedaan keyakinan," kata Oky.
Pada Sabtu, 1 Februari 2020, DW menghubungi LBH APIK Jakarta untuk menceritakan bahwa orang tua BD yang tinggal di daerah Matraman, didatangi oleh
anggota Polsek Matraman berinisial TR. Anggota polisi tersebut kemudian menghubungi DW untuk mengajak bertemu. Keduanya sepakat bertemu di LBH APIK.
Pertemuan antara polisi dan DW berlangsung pada 3 Februari 2020. Saat itu, DW mengatakan kepada TR bahwa dirinya meninggalkan rumah dan tidak ingin bertemu dengan orang tuanya. Dalam pertemuan itu, DW menitipkan surat untuk orang tuanya kepada TR. Setelah berbincang, TR meninggalkan kantor LBH APIK. DW pun meninggalkan kantor itu pada pukul 13.30.
"Sekitar jam 14.00, TR mendatangi kembali kantor LBH APIK Jakarta ditemani oleh rekannya yang berinisial PR. Alasannya, surat yang ditulis oleh DW tertinggal di kantor LBH APIK," kata Oky.
Namun, TR disebut Oky menolak saat surat diberikan. Keduanya justru meminta untuk menggeledah kantor LBH APIK dengan tuduhan menyembunyikan DW. Pihak LBH APIK lantas menolak karena tidak ada surat tugas penggeledahan sebagaimana dalam Pasal 33 KUHAP.
"TR dan PR mengatakan bahwa mereka diminta oleh komandannya untuk menggeledah kantor LBH APIK Jakarta jadi tidak membawa surat tugas dan surat
penggeledahan," ujar Oky.
Menurut Oky, pihak LBH APIK lantas menyampaikan kepada kedua polisi itu bahwa DP sudah meninggalkan kantor mereka. Akan tetapi, kata Oky, TR dan PR berkeyakinan DW masih berada di kantor LBH APIK.
"Tidak lama kemudian, orang tua DW dan segerombolan orang yang mengaku berasal dari Komunitas Islam Maluku datang menggedor pintu dan mengatakan ingin bertemu DW. Salah satunya mengancam akan merusak kantor LBH APIK jika tak mempertemukan DW," ujar Oky.
Oky berujar, ayah DW yakin anaknya disembunyikan oleh LBH APIK. Untuk itu, dia memaksa menggeledah seluruh ruangan kantor. Karena terus memaksa, LBH APIK mengizinkan dengan ditemani stafnya dan seorang anggota kepolisan Polsek Kramatjati. Setelah DW tidak ditemukan di kantor LBH APIK, ayahya keluar dan menemui gerombolan orang yang ada di depan kantor.
"Saat ini LBH APIK Jakarta sedang menempuh proses pemeriksaan Laporan ke Propam Polres Jakarta Timur atas dugaan tindakan maladministrasi dan penyalahgunaan kekuasaan berupa penggeledahan paksa tanpa disertai surat resmi oleh oknum Polsek Matraman berinisial TR," kata Oky.