TEMPO.CO, Depok -Kepala Biro Administrasi Perencanaan dan Sistem Informasi Universitas Gunadarma, Budi Hermana angkat bicara soal tuntutan mahasiswa dalam aksi yang digelar pada Senin 9 Maret 2020. Menurutnya, setelah audiensi secara terbuka bersama ribuan mahasiswa, diputuskan beberapa kesepakatan menyangkut kebijakan kampus.
“Salah satunya mengembalikan lagi skema pembayaran yang terbagi dalam 2 tahap sebesar 50:50,” kata Budi dalam konferensi pers, Selasa 10 Maret 2020.
Budi mengakui, sebelumnya kampus mengubah kebijakan pecah blanko yang sudah diberlakukan sejak lama untuk memberikan kelonggaran pembayaran bagi mahasiswa, menjadi 70 persen dan 30 persen. “Memang ada perubahan 70 : 30, namun ternyata (setelah ada aksi mahasiswa) itu memberatkan mereka sehingga (kesepakatannya) kembali seperti dulu,” kata Budi.
Ia mengatakan skema pembayaran secara dicicil atau dikenal dengan istilah pecah blanko sudah dilakukan oleh Universitas Gunadarma sejak krisis moneter melanda Indonesia, yakni pada tahun 1998, yang bertujuan untuk memberikan kelonggaran kepada mahasiswa atau orang tua dalam mengangsur biaya pendidikan. “Jadi skemanya itu, selama satu semester bisa dibayar dulu 50% dari total biaya SKS, sisanya bisa dibayar kemudian selama semester itu berjalan,” kata Budi.
Kemudian, lanjut Budi, dalam perkembangannya kampus mengubah skema pembayaran dengan alasan para mahasiswa tetap dapat mengikuti perkuliahan dan menikmati fasilitas meski menunggak pembayaran. “Itu kebijaksanaan (kami) saja, artinya kalau kita kan maunya bisa bayar 100 persen,” kata Budi.