Sedangkan untuk rincian data warga positif COVID-19 sebelum diberlakukan PSBB yakni pada 9 April sebanyak 1719, 8 April (1552), 7 April (1443), 6 April (1299), 5 April (1151), 4 April (1071), 3 April (990), 2 April (909), 1 April (816), 31 Maret (741), dan 30 Maret (727).
Dari data tersebut, rata-rata kenaikan jumlah warga positif COVID-19 di Jakarta sebelum PSBB adalah 99 orang per hari. Kenaikan tertinggi terjadi di tanggal 9 April 2020. Pada hari itu, jumlah warga positif Corona tercatat 1719 orang atau naik 167 dari hari sebelumnya yang hanya 1552 orang. Sedangkan kenaikan terendah terjadi pada 31 Maret 2020. Para hari itu, jumlah warga positif COVID-19 tercatat 741 orang, atau hanya naik 14 dari hari sebelumnya yaitu 727 orang.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio berujar bahwa aturan PSBB harus diubah terlebih dahulu jika Pemerintah DKI Jakarta ingin melakukan perpanjangan. Alasannya, PSBB yang selama ini diterapkan tidak membuahkan hasil.
"Kalau mau diperpanjang, saya katakan ke Gubernur DKI Jakarta, harus diperbaiki dulu aturannya. Kalau tidak hasilnya bakal sama saja, seperti social distancing," kata Agus kepada Tempo pada Senin, 20 April 2020.
Petugas Pos Cek Poin Kalimalang, Jakarta Timur, mengecek alamat pengendara motor pada alamat KTP dalam rangka penegakan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Senin, 20 April 2020. ANTARA/HO-Polrestro Jaktim
Agus berujar, PSBB tidak membuahkan hasil selama 11 hari diterapkan di Jakarta atau sejak 10 April 2020. Buktinya, kata, kata dia, masih banyak warga Ibu Kota yang berkeliaran dan berkerumun. Fenomena itu dinilai bisa terjadi karena tidak adanya ketegasan aturan PSBB.
"Selain tidak tegas, ada ambiguitas antara Kementerian yang membuat aturan," kata Agus.
Dia mencontohkan, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perhubungan pernah silang pendapat antara membolehkan atau melarang penggunaan sepeda motor saat PSBB. Walau akhirnya dibolehkan.
Selain itu, kata Agus, pemerintah pusat juga justru membolehkan operasional KRL Jabodetabek selama PSBB berlangsung walau pemerintah DKI Jakarta sudah mengusulkan untuk dihentikan. Kelonggaran ini disebut Agus membuat PSBB sama seperti social distancing. "Penegakan hukum tidak bisa dilaksanakan," kata dia.
Menurut Agus, PSBB memang bukan karantina wilayah secara menyeluruh. Namun, ujar dia, PSBB perlu mengkonsolidasi warga agar benar-benar tetap di rumah selama 14 hari pelaksanaan. Pembolehan aktivitas, kata dia, harusnya hanya keperluan pembelian bahan-bahan pangan atau kebutuhan mendesak.
"Kalau sekarang warga diminta jangan gunakan sepeda motor, tapi secara aturan ternyata boleh. Disuruh bekerja dari rumah, tapi tetap dibolehkan di kantor karena ada pengecualian dari Kementerian Perindustrian," kata Agus menanggapi PSBB Jakarta.