TEMPO.CO, Jakarta - Pakar epidemiologi Universitas Indonesia Syahrizal Syarif mengatakan masih adanya masjid menggelar salat Id saat PSBB menandakan ketegasan pemerintah daerah masih minim. Tiadanya sanksi yang tegas dari pemerintah daerah juga membuat pasar dan jalan ramai menjelang lebaran.
"Semua ini juga bagian dari kecerobohan masyarakat dan pemerintah," kata Syahrizal melalui pesan singkatnya, Ahad, 24 Mei 2020.
Menurut dia, titik keramaian orang sebelum lebaran dan saat salat Id hingga setelah lebaran bisa dipastikan bakal berdampak terhadap kenaikan jumlah orang yang terinfeksi Covid-19. Apalagi, kata dia, kasus asymtomatic atau orang tanpa gejala (OTG) cukup tinggi di Indonesia.
"Asymtomatic bisa mencapai 20-40 persen di kalangan anak muda. Mereka yang sangat membahayakan karena menjadi carrier ke orang lain."
Kepala Biro Pendidikan Mental dan Spiritual DKI Jakarta Hendra Hidayat mengatakan pemerintah telah berupaya maksimal untuk meminta warga tidak menggelar salat Idul Fitri di masjid maupun lapangan.
"Himbauan sudah, seruan sudah, aturan PSBB sudah, pendekatan sudah, sosialisasi PSBB melalui media sosial maupun media elektronik sudah," kata Hendra melalui pesan singkatnya. "Semua usaha sudah dilakukan."
Menurut dia, tidak mungkin masyarakat tidak tahu seruan pemerintah untuk tidak menggelar salat Id berjamaah di masjid. Pemerintah, kata dia, hanya bisa berharap masyarakat bisa mematuhi peraturan pemerintah untuk tidak melakukan silaturahmi fisik setelah salat Idul Fitri.
Pemerintah berharap warga bisa tetap di rumah selama pandemi Covid-19 belum mereda, termasuk salat Id di rumah. Warga juga tetap bisa bersilaturahmi secara virtual pada lebaran tahun ini. "Setelah pandemi berakhir silahkan kembali bersilaturahmi seperti biasa. Sekarang patuhi kebijakan pemerintah untuk mencegah penularan Covid-19."