Belum lagi di tanah di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat juga cepat menurun atau disebut land subsidence layer. Menurut dia, memang ada tanah stabil alias non-subsidence layer, tapi berada di titik yang dalam. Alhasil, terdapat kondisi tanah lunak atau soft soil condition sekaligus terjadi penurunan tanah.
"Itu isu besar yang kami harus hadapi dan ditangani secara serius, karena kami ingin masa umur dari konstruksi yang kami bangun bertahan untuk jangka waktu sangat panjang," ucap dia.
"Untuk itu memang kami harus melakukan investasi serius penanganan soal tanah lunak dan penurunan tanah di Jakarta yang memang sudah serius terjadi di kawasan utara Jakarta."
Faktor lain yang menjadikan pengerjaan MRT Fase 2 lebih kompleks, yaitu pembangunan Stasiun Thamrin. Menurut William, Stasiun Thamrin akan menjadi stasiun besar di Fase 2 ini. Sebab, ke depannya, jalur Utara-Selatan (rute Lebak Bulus-Ancol Barat) akan terkoneksi jalur Barat-Timur (rute Cikarang-Balaraja) di Stasiun Thamrin.
Stasiun Thamrin akan membentang sepanjang 455 meter dengan total 10 pintu masuk. Di dalam bawah tanah area stasiun juga dilengkapi area komersial. Selanjutnya, kedalaman fondasi stasiun mencapai 30 meter. Kondisi tanah lunak mengharuskan fondasi stasiun kuat dan dalam.
"Jadi bisa dibayangkan Fase 2 akan jauh lebih sulit dari kami mengerjakan Fase 1," ucap William.
MRT Fase 2 terdiri dari 10 stasiun. Untuk Fase 2A sepanjang enam kilometer akan melintasi tujuh stasiun dengan rute Bundaran Hotel Indonesia-Kota. Seluruh stasiun dibangun di bawah tanah, yakni Thamrin, Monas, Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, Glodok, dan Kota.
Selanjutnya, Fase 2B rute Kota-Ancol melintang sepanjang 5,8 kilometer melewati Stasiun Mangga Dua, Stasiun Ancol, dan Stasiun Ancol Barat. Pembangunan ditargetkan rampung pada triwulan 1 2025. Lalu rencana operasional pada triwulan 2 di tahun yang sama.